sukabumiNews, CISAAT - Sejumlah wilayah di Indonesia
telah menerapkan sistem absensi elektronik pemindai sidik jari (Fingerprint)
bagi Guru Sekolah Dasar sebagai salah satu Program Kemementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud).
Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kinerja tenaga pengajar tingkat Sekolah Dasar baik Pegawai Negeri
Sipil (PNS) maupun non PNS (Honorer) dengan jam kerja 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi pada tahun
anggaran 2018 ikut serta melakukan pencanangan program Fingerprint pada jenjang
pendidikan Sekolah Dasar guna menyukseskan program Kemendikbud tersebut.
Pelaksanaan program Fingerprint ini sepatutnya
didukung dengan fasilias yang telah lulus uji kelayakan sehingga tidak
menimbulkan potensi permasalahan.
Sekertaris Jendral DPP Gerakana Ormas Islam Bersatu
(GOIB) Sukabumi, M. Rizal mempertanyakan proyek pengadaan mesin Fingerprint di
Kabupaten Sukabumi. Pasalnya program tersebut terindikasi terjadi permainan
sehingga diduga menjadi ajang bisnis menguntungkan sebagian golongan.
"Dari sejumlah informasi yang masuk ke Latas,
proyek pengadaan mesin Fingerprint seolah dipaksakan, karena dari sisi anggaran
pengadaan yang diambil dari pos dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS)," ujar
Rizal kepada sukabumiNews.net, Senin ( 01/04/19).
Menurut Rizal, dari jumlah total 1200 Sekolah Dasar
yang tercatat di Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, hampir seluruhnya diduga
terjadi pengkondisian oleh pihak tertentu. Ada Indikasi campur tangan Ketua K3S
tingkat Kabupaten yang melibatkan sejumlah Perusahaan dan Ketua K3S
masing-masing wilayah yang ditunjuk sebagai koordinator.
"Selanjutnya Ketua K3S koordinator tingkat
Kecamatan diduga mengarahkan dan mengkoordinir setiap Kepala Sekolah
diwilayahnya untuk membeli produk Fingerprint kepada perusahaan yang telah
ditentukan. Namun mesin pemindai sidik jari yang dijual senilai 2,970 juta
/unit dinilai terlalu mahal dengan harga Standard Nasional (SN) yang sudah
ditentukan," jelas dia.
Rizal mengungkapkan, setelah ditelusuri lebih jauh, sejumlah Kepala Sekolah memang
memebenarkan bahwa pihaknya telah membeli mesin Fingerprint dari Perusahaan
yang ditunjuk atas arahan Koordinator. Namun sebagian Kepsek mengeluhkan
masalah penginstalan aplikasi Geisha di mesin Fingerprint agar bisa terhubung
ke server pusat.
Pasalnya, untuk biaya pemasangan awal aplikasi Geisha
pihak Sekolah dipungut biaya sebesar 500 ribu rupiah dan selanjutnya setiap
bulan diharuskan membayar iuran sebesar 150 ribu rupiah kepada Pihak ketiga
selaku penyedia aplikasi ditambah 100 ribu yang diduga dipungut oleh Ketua K3S
Kabupaten Sukabumi.
Belum ada kejelasan dari Ketua K3S Kabupaten/Kepala
Bidang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Dinas Pedidikan Kabupaten Sukabumi meski
telah diminta tanggapan mengenai hal ini.
Pewarta :Rudi Samsidi
Editor: AM
Copyright
© SUKABUMINEWS 2019