Keterangan Gambar: Dari kiri ke kanan: Badiul
Hadi (Manager Riset Seknas FITRA), Misbah Hasan (Sekjen FITRA) dan Betta
Anugrah (Knowledge Management Seknas FITRA) ----- |
sukabumiNews, BOGOR - Lima tahun sudah implementasi UU
No. 6 tahun 2014 tentang Desa berjalan. Meski Pemerintah telah menggelontorkan
anggaran Dana Desa dari APBN mencapai Rp. 257,7 triliun untuk tahun anggaran
2015-2019, Namun perjalannya hingga hari ini dinilai masih menyisihkan masalah.
Hal ini dikatakan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (Sekjen FITRA), Misbah Hasan pada diskusi dalam
acara “Training of Pacilitator” dengan tema “Desa Melek Anggaran untuk
Pembangunan Desa yang Responsif Gender dan Inklusif” yang digelar di salah satu
Hotel di Jln. Padjajaran No.17 Bogor Jawa Barat pada Ahad (27/4/2019) kemarin.
Dalam diskusinya FITRA mencatat bahwa Masih terjadi
disharmoni kebijakan antar regulasi turunan UU Desa. “Misalnya, Permendes
16/2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2019 tidak sinkron dengan
Permendagri No. 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Ketidaksinkronan
tersebut terlihat dari pengaturan Nomenklatur Belanja dalam APBDesa,” ungkap
Misbah dalam realis yang diterima sukabumiNews, Senin (28/4/2019).
FITRA juga mencatat bahwa Mandat bagi Kabupaten/Kota
untuk menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota tentang Daftar Kewenangan Desa
masih banyak dilanggar. Hal ini terbukti, dari 74.957 Desa, baru sekitar 20
persen yang sudah menetapkan Perbup/Perwali tentang Daftar Kewenangan Desa
tersebut.
Dalan diskusinya, FITRA juga mengungkap pengaduan
masyarakat yang diterima Satuan Tugas Dana Desa (Satgas DD) hingga akhir tahun
2018. Dari 14.291 pengaduan yang diterimanya, baru 5.067 aduan yang diproses. Sedangkan
pengaduan yang terkait Dana Desa sebanyak 1.371. Khusus kasus korupsi Dana Desa
ada 181 kasus. Kasus korupsi ini melibatkan 184 tersangka termasuk 141 Kepala
Desa. Per Semester I 2018 Penyimpangan Dana Desa mencapai Rp 40,6 Milyar. (sumber:
ICW, 2018).
“Dari aspek transparansi dan partisipasi masyarakat,
sebagian besar Desa sudah membuat publikasi APBDesa melalui baliho/website
desa, namun masih sebatas ringkasan, sehingga tidak bisa digunakan secara
maksimal untuk peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaan dan penganggaran Desa,” ungkap Misbah Hasan.
Melihat fenomena di atas Seknas FITRA merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Mondorong koordinasi yang lebih intensif antar
Kementerian yang membidangi isu Desa, yakni Kemendesa, PDTT, Kemendagri, dan
Kemenkeu untuk duduk bersama ketika akan menerbitkan suatu regulasi, sehingga
tidak membingungkan Pemerintah Desa dan masyarakat;
2. Kementerian terkait, perlu memberi teguran atau
bahkan sanksi kepada Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Perbup/Perwali
tentang Daftar Kewenangan Desa sesuai aturan yang berlaku;
3. Memperkuat peran masyarakat desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melakukan pengawasan dan audit sosial terhadap
pengelolaan keuangan Desa. Penguatan kapasitas ini bisa dilakukan atau disupervisi oleh lembaga penegak hukum,
seperti Inspektorat (APIP), Kejaksaan, Kepolisian, dll, bukan terjun langsung
melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang justru menyuburkan praktik korupsi di
Desa;
4. Mempertahankan dan mendorong Pemerintah Desa
meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran Desa;
5. Memperkuat pemberdayaan masyarakat melalui literasi
anggaran, skill advokasi, dan pendalaman demokrasi di tingkat desa, misalnya
dengan penyelenggaraan Sekolah Anggaran Desa (Sekar Desa) dan membetuk Posko
Pengaduan Warga.
Pewarta: Azis R.
Editor: AM.
Copyright
© SUKABUMINEWS 2019