sukabumiNews, CIBADAK – Menjelang Pileg dan Pilpres
yang akan diselenggarakan secara seretak pada Pemilu 17 April 2019 mendatang, Ketua Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Aktivis Penyelamat Uang Negara Republik
Indonesia (GAPURA RI), Hakim Adonara menyerukan kepada masyarakat di Seluruh Indonesia
untuk tidak Golput.
“Golput juga bagian dari hak politik, tetapi menurut ada
dua jenis Golput yakni Golput yang disengaja dan ada Golput yang diadakan," ungkap Hakim melalui pesan singkat yang diterima
sukabumiNews.net, Kamis (4/4/2019).
Dua-duanya lanjut Hakim, tidak baik dilakukan sebagai
warga negara Indonesia yang hidup dalam alam demokrasi ini. “Oleh karena itu gunakan
hak pilih jika mencintai perubahan, jangan Golput," tegasnya.
Menurut Hakim, seruan ini bukan tanpa alasan. Pihaknya
mencatat data Eksekutif Voxpol Center pada tahun 2014 lalu yang memberikan
bukti bahwa angka golput mencapai sekitar 30%, termasuk orang-orang yang tidak
masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tidak mendapat undangan untuk
memberi hak suara. "Itu jenis Golput yang diadakan" terang
Hakim.
Lembaga masyarakat sipil yang piawai dan santun dalam pergerakannya
ini juga mengkhawatirkan jenis Golput yang disengaja terutama bagi kalangan
mahasiswa dan pemuda intelektual, sebab sejarah golongan putih (Golput) berawal
dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan
Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru.
Jenis Golput yang disengaja ini, lanjut Hakim, hadir
sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim yang sedang berkuasa. Maka seharusnya
fenomena Golput ini menjadi pemicu para peserta pemilu untuk tidak menebar
janji yang menyebabkan masyarakat apatis. “Jika hanya janji tanpa sebuah proses
pendidikan politik kepada masyarakat, itu akan menumbuhsuburkan jenis Golput
yang disengaja," jelasnya.
Tokoh aktivis anti korupsi ini juga turut memberikan
wawasan akan arti Pemilu 2019 bagi masyarakat kampus. Dia berpandangan, di
tengah dinamika pemilu 2019 yang diwarnai dengan ajang adu argumen di berbagai
media, pihaknya berharap tidak membuat masyarakat kampus menjadikan pesta
demokrasi ini sebatas ajang persaingan intelektual di waktu dan ruang-ruang
tertentu saja.