Pemda Sukabumi Disinyalir Lahap Varian Tata Kelola yang Sangat Elitis dan Tertutup

sukabumiNews, SUKABUMI – Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah (Pemda) pada perinsipnya adalah upaya mengalokasi keadilan kepada setiap warga negara. Untuk kepentingan perinsipil dimaksud, maka kewenangan mengalokasikan keadilan diberikan kepada pemerintah dengan segala perangkat aturan yang mendukung.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi AA. Hasan Lamahering, dalam pesan tertulis yang diterima sukabumiNews belum lama ini. Masih pada pesannya ia menjelaskan bahwa Implikasi dari aturan atau regulasi tersbut pada prakteknya telah dilalui dengan berbagai varian serta metode pelaksanaan pemerintahan.

Pemda juga tutur AA Hasan, telah melahap varian tata kelola yang sangat elitis dan tertutup. “Sebut saja pada rezim ordel lama sampai rezim orde baru dan masuklah zaman reformasi yang membawa peluang serta angin segar keterbukaan informasi dan pelibatan warga negara dalam proses–proses pembangunan,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa angin segar keterbukaan infornasi dan partisipasi publik menghembus sampai merasuki ruang regulasi dengan lahirnya UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Psmbangunan Nasional dan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta aturan-aturan pelaksana dibawahnya.

Namun sayang menurutnyam, sampai saat ini masyarakat tak mendapatkan ruang yang cukup untuk menampung perintah dari kedua UU di atas.

“Betapa sulitnya masyarakat untuk terlibat secara masif dalam proses perencanaan pembangunan, karena informasinya tersebar pada kelompok tertentu. Betapa sulitnya untuk mengetahui informasi dalam pelaksanaan pembangunan dan rasionalisasi mengapa pembangunan aspek tertentu harus dilakukan. Betapa sulitnya sulitnya mendapatkan informasi tentang akuntabelitas kinerja instansi dan laporan keuangan pemerintah daerah,” AA. Hasan.

“Fenomena di atas terjadi karena penyelenggaran pemerintahan daerah belum mampu move on dari masa lalu yang serba tertutup dan tak partisipatif. Percepatan proses sifting dari dzulumat (ketertutupan) ke an-nuur (keterbukaan) relatif gagal karena mainstream penyelenggara pemerintahan daerah masih memposisikan diri sebagai penguasa bukan sebagai pelayan publik. Sehingga meskipun pemerintah hah diberi kewenangan mengelola keuangan dan kekayaan publik lainnya tapi terjebak dalam anggapan mereka sedang mengelola keuangan pribadinya,” sesal dia.

BACA Juga : Terkait Alokasi Anggaran Pemkab Sukabumi, BelanjaUrusan Perut, Haruskah?

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال