Jakarta, SUKABUMINEWS.net – Selama ini kekerasan di
pendidikan kerap menjadi alasan kuat
berbagai pihak untuk melakukan
percepatan Sekolah Ramah Anak (SRA), padahal untuk sekolah menjadi aman, nyaman
dan ramah bagi warga sekolah (baca tidak hanya peserta didik), juga diperlukan
ketersediaan sarana dan prasarana yang ramah anak, yaitu yang aman, tidak
membahayakan anak, dan mencegah anak agar tidak celaka. Apalagi mengingat wilayah
Indonesia rawan bencana.
Hal tersebut mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) KPAI bersama Kemdikbud, Kemenag dan Kementerian
PPPA yang mendiskusikan percepatan Sekolah Ramah Anak (SRA) dalam Upaya Kesiap
Siagaan Bencana (KSB) di Jakarta, Selasa (30/10).
Narasumber dalam FGD terdiri dari tiga Kementerian
Lembaga, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) diwakili oleh
Chatarina Muliana Girsang (staf ahli Menteri bidang regulasi), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPPA) diwakili oleh Lenny N. Rosalin (Deputi Tumbuh Kembang
Anak); dan Kementerian Agama diwakili oleh Ahmad Umar (Direktur KSKK Madrasah
Ditjen Penfis). Diskusi di moderator
oleh Retno Listyarti (Komisioner KPAI).
BACA Juga : KPAI: Suntik Kebiri Hukuman Tepat bagi Paedofil
BACA Juga : KPAI: Suntik Kebiri Hukuman Tepat bagi Paedofil
SRA
dan Amanat Inpres No.1
Tahun 2017 Tentang Germas Hidup Sehat
Kegiatan FGD yang dibuka oleh Susanto, Ketua KPAI ini juga
dihadiri oleh Dinas Pendidikan dan perwakilan beberapa sekolah dan madrasah di
DKI Jakarta, yang sudah menerapkan program SRA, serta sejumlah perwakilan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang perlindungan anak.
Dalam sambutannya, Susanto mengingatkan bahwa selama
hampir dua tahun ini ada Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang SRA dan Raperpres Sekolah Aman yang sudah di
bahas antar Kementerian Lembaga. “Namun
sayangnya, Raperpres tersebut
mandeg, padahal tingkat pembahasannya
sudah sampai Kemenko PMK,”
kata Susanto dalam Press Release yang diterima sukabumiNews.net, Selasa
(30/10/2018).
Susanto juga
mengatakan bahwa FGD ini salah
satu agendanya adalah membicarakan kembali nasib Raperpres SRA. Mengingat
amanat untuk mendorong SRA tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2017 sebagai
tugas dan fungsi Kemdikbud dan Kemenag. “Hingga tahun 2018, program SRA telah
menjangkau lebih dari 10.000 sekolah di Indonesia, baik sekolah di bawah
kewenangan Kemdikbud maupun Kementerian Agama,” jelasnya.
Sementara itu
Ahmad
Umar (Direktur KSKK Madrasah Ditjen Penfis) menegaskan, mengingat dalam Inpres No
1 tahun 2017 Kemenag dan Kemdikbud merupakan dua kementerian yang diamanatkan
untuk mendorong percepatan SRA. “Kemenag
saat ini sedang menyiapkan edaran implementasi Sekolah Ramah Anak (SRA) bagi
madrasah-madrasah di bawah kewenangan Kemenag. Diharapkan edaran tersebut dapat
mendorong percepatan SRA di madrasah-madrasah,” katanya.
BACA Juga : KPAI Sebut Anak-anak Ikut Aksi 22 Mei Atas Arahan Guru Ngaji
BACA Juga : KPAI Sebut Anak-anak Ikut Aksi 22 Mei Atas Arahan Guru Ngaji
Sedangkan Kemdikbud yang sudah memiliki Permendikbud No
82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan,
maka menurut Chatarina Girsang, Staf Ahli Menteri bidang Regulasan, Kemdikbud
akan menyiapkan Permendikbud khusus untuk mendorong percepatan SRA sebagaimana
diamanatkan dalam Inpres tentang Germas Hidup Sehat tersebut.
Bahkan menurut Lenny
Rosalin, Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA mengatakan, dalam mengimplementasikan
SRA, satuan pendidikan harus sungguh-sungguh menerapkan Kebijakan SRA yang ditandai dengan 6 komitmen. Adapun 6 komitmen tersebut jelas Lenny
yaitu adanya komitmen tertulis.
“SK Tim SRA,
program yang mendukung SRA,
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-hak Anak, Pelaksanaan proses
belajar yang ramah anak (Penerapan
Disiplin Positif), Sarana dan Prasarana yang ramah anak (tidak membahayakan
anak, mencegah anak agar tidak celaka), partisipasi anak, dan Partisipasi Orang
Tua, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Stakeholder lainnya, dan Alumni,” jelasnya.
Belajar dari Gempa
Lombok dan Palu : SRA dan Mitigasi Bencana
Dilain pihak, Komisioner
KPAI Retno Listyarti dalam diskusinya mengungkapkan, Indonesia
merupakan negeri yang memiliki karateristik geografis rawan bencana. Terletak
di wilayah cincin api dunia, Indonesia sangat rawan diguncang gempa bumi hingga
gelombang tsunami. Gunung-gunung berapi yang terdapat di hampir semua pulau
juga menambah rentetan kemungkinan terjadinya bencana vulkanologi.
Selain itu, posisinya yang berada di atas garis
khatulistiwa membuat Indonesia hanya memiliki dua musim, yakni panas dan
penghujan. Musim panas dapat menyebabkan kekeringan juga kebakaran hutan,
sementara musim hujan biasanya mengakibatkan banjir. Ada juga ancaman bencana
angin seperti badai tropis dan putting beliung.
Oleh karena itu lanjut Retno, masyarakat dan pemerintah
diharapkan memiliki kesiapan siagaan dalam menghadapi bencana yang bisa terjadi
sewaktu-waktu, termasuk menyiapkan sarana dan prasarana di sekolah yang wajib ada adalah jalur
evakuasi dan titik kumpul saat terjadi bencana. Dalam SRA, jalur evaluasi dan
titik kumpul wajib ada, termasuk pelatihan kesiapan siagaan bencana secara
rutin.
“Kesiapsiagaan bencana di satuan pendidikan pada semua
jenjang adalah sebagai upaya meminimalkan korban saat bencana terjadi di jam
sekolah,” imbuhnya.
Selain itu
tambah dia, sekolah juga wajib secara rutin melatih warga sekolah
dalam simulasi bencana, gempa, tsunami, banjir, kebakaran, dan lain-lain.
“Momenum
gempa Lombok dan Palu dapat dijadikan titik awal kesadaran mitigasi bencana
kepada semua pihak di negeri ini. Dalam SRA, komponen sarana dan prasarana
termasuk jalur evakuasi bencana wajib tersedia demi keamanan dan keselamatan
semua warga sekolah, bukan hanya keselamatan peserta didik semata,” pungkas Retno.
BACA Juga : KPAI Serukan agar Hukum kepada Pelaku Ekploitasi Seksual pada 305 Anak oleh WNA Segera Ditegakkan
BACA Juga : KPAI Serukan agar Hukum kepada Pelaku Ekploitasi Seksual pada 305 Anak oleh WNA Segera Ditegakkan
[Pewarta: Azis R]
Editor: Red.