SUKABUMINEWS.net - Di tengah situasi politik yang
memanas terkait pemilihan presiden 2019 di Indonesia, terdapat kisah yang
terlupakan tentang dua kepala negara Indonesia yang namanya jarang diberitakan
bahkan diceritakan. Padahal, sejarah mencatat ada dua nama selain Soekarno,
Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati
Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo, yang pernah
menahkodai Negara Indonesia.
Siapakah mereka? Dua tokoh yang terlewat itu adalah
Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.
Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan
Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, sedangkan Mr.
Assaat adalah Presiden RI saat Republik Indonesia ini menjadi bagian dari
Republik Indonesia Serikat (1949).
Pada tanggal 19 Desember Tahun 1948, saat Belanda
melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu
di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh.
Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya untuk kemudian diasingkan ke Pulau
Bangka.
Kabar penangkapan terhadap Soekarno dan para
pemimpin Indonesia itu terdengar oleh Sjafrudin Prawiranegara yang saat itu
menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dan sedang berada di Bukittinggi, Sumatra
Barat.
Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin
mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI.
Padahal, saat itu Soekarno – Hatta mengirimkan
telegram berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada
hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai serangan
atas Ibu Kota Jogjakarta.
Jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat
menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin
Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di
Sumatra”.
Namun saat itu telegram tersebut tidak sampai ke
Bukittinggi. Meski demikian, ternyata pada saat bersamaan Sjafruddin
Prawiranegara telah mengambil inisiatif yang senada.
Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi,
19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat
(emergency government).
Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan menyetujui usul itu
“demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya
kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui
sebagai negara”.
Pada 22 Desember 1948, di Halaban, sekitar 15 km
dari Payakumbuh, PDRI “diproklamasikan” . Sjafruddin duduk sebagai
ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad.
interim.
Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid,
Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto.
Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.
Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada
Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian,
berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan
eksistensi Republik Indonesia.
Mr. Assaat
Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda
menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri
dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian
lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain.
Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan
menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan
pimpinan pada Republik Indonesia.
Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden
RI. Peran Assaat sangat penting. Kalau tidak ada RI saat itu, berarti ada
kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian
muncul lagi.
Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang
hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945
tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu
berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.
(Red*)