[Pemimpin FPI Rizieq Shihab. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)] |
Jakarta, SUKABUMINEWS.net - Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) berusaha merangkul pemimpin Front Pembela Islam
(FPI) Rizieq Shihab agar mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres
2019. Tetapi hal tersebut juga bisa memunculkan risiko tergerusnya suara partai
dari para pemilih nasionalis.
Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pereira mengakui ada
upaya merangkul Rizieq. "Kalau bisa, kenapa tidak," ucap dia,
beberapa waktu lalu.
Upaya merangkul Rizieq dijalankan dengan menjadikan
Ma'ruf Amin sebagai jembatan. Saat ini, Ma'ruf yang merupakan Rais Aam PBNU dan
Ketua Umum MUI ini tengah pergi ke Arab Saudi untuk mengisi undangan ceramah
salah satu Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di Arafah sekaligus
menghadiri acara Silaturahim Nahdlatul Ulama Sedunia ke-17.
Sejumlah pihak menduga ada peluang Ma'ruf untuk
menemui Rizieq yang tengah 'mengungsi' di Arab Saudi.
"Kita lihat nanti," kata Ma'ruf, sembari
tertawa, saat ditanya soal peluang pertemuan itu, di Mekkah, Sabtu (18/8)
dikutip dari Antara.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menganggap wajar jika poros Jokowi-Ma'ruf
mencoba mendekati Rizieq.
Menurutnya, mencoba merangkul semua kelompok adalah
lazim demi meraih kemenangan, meski sebelumnya pernah berkonfontrasi dengan
kelompok tersebut.
"Ini langkah persuasi politik PDIP untuk
menghilangkan kesan berjarak dengan kelompok Islam kanan," kata Adi dikutip
CNNIndonesia.com, Rabu (22/8).
Namun, katanya, poros Jokowi-Ma'ruf, khususnya PDIP,
mesti berhati-hati karena upaya ini bisa memicu dilema di internal 'Banteng'.
Menurut Adi, ada perbedaan pandangan yang prinsipil antara simpatisan PDIP
dengan kelompok Rizieq.
"Upaya PDIP mendekati Rizieq merupakan
perjudian karena basis tradisional PDIP dengan Rizieq sangat berseberangan.
Bahkan saling berhadap-hadapan," ujar Adi.
Adi mengatakan poros Jokowi mesti memahami ada
konsekuensi dari upayanya tersebut. Salah satunya adalah ditinggal
simpatisannya di level bawah. Termasuk kalangan minoritas yang selama ini
cenderung memilih PDIP lantaran mewadahi segala jenis kelompok.
Menurut Adi, hal itu mungkin saja terjadi.
Alasannya, tidak sedikit yang tidak menyukai geliat Rizieq dan pengikutnya
selama ini.
"PDIP harus menghitung betul untung rugi
mendekati Rizieq karena PDIP merupakan rumah besar pemilih nasionalis yang
heterogen, terutama pemilih nonmuslim dan kelompok minoritas," kata Adi.
PDIP dan Jokowi tidak ingin memelihara konfrontasi
dengan Rizieq beserta pengikutnya. Menurut Adi, wajar jika PDIP ingin berdamai,
karena Rizieq dan kawan-kawan cukup mengganggu pamor PDIP.
Buktinya saat Pilkada 2018 yang lalu, banyak calon
kepala daerah yang didukung Rizieq mendapat banyak suara. Sebut saja
Sudrajat-Ahmad Syaikhu di Jawa Barat dan Sudirman Said-Ida Fauziyah di Jawa
Tengah.
Di sisi yang lain, jika merangkul Rizieq, PDIP
berpotensi kehilangan suara dari kalangan minoritas di Pileg 2019.
Jokowi-Ma'ruf pun berpotensi terkena dampak serupa.
"Jika tak di-manage dengan baik, persuasi
politik dengan Rizieq justru kontraproduktif yang berimplikasi pada kekecewaan
militan PDIP yang selama ini bermusuhan dengan tokoh FPI itu," ujar Adi.
Solusi Alternatif
Adi menganggap PDIP atau Jokowi masih memiliki opsi
lain jika ingin mendapat simpati dari kelompok Islam. Opsi yang dimaksud adalah
mengoptimalkan sayap PDIP yang bernama Baitul Muslimin.
Baitul Muslimin, lanjutnya, menjadi terbengkalai
sepeninggal Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dia
menilai sayap PDIP yang menampung aspirasi Islam itu nyaris tak terdengar lagi.
"Bahkan terkesan bermusuhan dengan islam
kanan," kata Adi.