[Foto: Perdana Menteri Malaysia terpili, Mahathir Mohamad] |
Oleh: Dahlan Iskan
Begitu efisien Pemilu di Malaysia. Pukul 08:00 mulai
pemungutan suara. Pukul 17:00 ditutup. Pukul
22.30 malam Mahathir sudah mengklaim kemenangan oposisi. Pukul 03.00 Mahathir
sudah resmi mengumumkan kemenangannya. Pukul 05.00 KPU umumkan hasil Pemilu:
Oposisi dapat 122 kursi, Barisan Nasional 79 kursi, Partai Islam PAS dapat 18
kursi dan independen 8 kursi. Beres: 222 kursi DPR terisi.
Siang harinya pemerintahan baru terbentuk. Malam
harinya PM baru dilantik oleh Yang Dipertuan Agung. Di Istana Raja. Pemerintah
sudah berganti hanya satu hari setelah Pemilu. Inilah Pemilu model Inggris.
Tidak ruwet dan panjang. Tidak seperti model Amerika.
Mahathir yang pernah menyelamatkan Malaysia dari
krismon tahun 1998 kini menyelamatkan Malaysia lagi. Dari rusaknya sistem hukum
dan demokrasi.
Bayangkan: Mahathir Mohamad. Umur 92 tahun. Dapat
tugas yang begitu sulit.
Sembilan tahun lalu saya bertemu Mahathir. Di Kuala
Lumpur. Sudah sangat lemah. Sakit-sakitan. Selalu dipapah. Kini memenangi
Pemilu. Jadi perdana menteri lagi.
Waktu umur 78 tahun Mahathir sudah merasa tua. Ia
memutuskan tidak ikut Pemilu lagi. Berhenti sebagai perdana menteri. Yang sudah
ia jabat selama 22 tahun. Padahal, kalau mau, ia bisa melakukan segala cara.
Untuk terus berkuasa. Ia orang yang amat kuat. Digelari Soekarno kecil.
Membangkitkan nasionalisme. Tapi juga melakukan modernisasi. Sangat sukses.
Meninggalkan jauh Indonesia.
Pun nafsunya bersaing dengan Singapura luar biasa.
Ia malu kalau Malaysia kalah. Ia bangun twin tower yang iconic itu. Ia bangun
jaringan jalan tol. Ia genjot sawitisasi. Semua programnya top. Tidak ada yang
pepesan kosong.
Tapi, juga, ia lakukan ini: ia pecat Anwar Ibrahim.
Wakilnya. Yang masih sangat muda. Yang sangat pintar. Yang jadi idola. Sampai
Indonesia. Sudah banyak yang memastikan ia adalah the next PM. Tapi Mahathir
melihat lain. Seperti kelihatan ‘kesusu’ menggatikannya. Ia masukkan Anwar ke
penjara.
Anwar Ibrahim, ahli keuangan itu, tentu kecewa pada
mentornya. Lantas membangun partai oposisi. Tapi tidak pernah menang. Anwar
keluar masuk penjara. Akhirnya partai itu dipimpin Wan Azizah, istri Anwar. Dan
putrinya: Nurul Azizah.
Anwar tidak pernah bisa menggoyahkan dominasi
Barisan Nasional. Sampailah Mahathir memutuskan tidak mau lagi berkuasa.
Ternyata Mahathir sangat tidak puas dengan perdana
menteri yang menggantikannya: Abdullah Badawi. Terlalu kalem. Dan lemah. Dan
kurus. Begitu pula kesan saya. Saat bertemu Abdullah Badawi di Kuala Lumpur. Di
kantor perdana menteri waktu itu.
Pemilu berikutnya Mahathir bergerak di balik layar.
Badawi tidak akan bisa membuat Malaysia maju. Mahathir memang masih menjadi
orang kuat. Ia dukung Najib Razak untuk menggantikan Abdullah Badawi. Sukses.
Jadilah Najib perdana menteri. Atas dukungan Mahathir.
Tapi Mahathir melihat Najib terlalu mementingkan
dirinya sendiri. Dan tidak bisa mengontrol isterinya. Yang konon juga jadi
dalang atas kematian gadis cantik --cantiiiiiiik sekaliiiii-- Mongolia. Yang
hangus bersama mobilnya. Di Kuala Lumpur. Tanpa diusut tuntas penyebabnya.
Sampai sekarang.
Tahun 2016 Mahathir sangat malu. Atas terbongkarnya
mega korupsi di 1MDB. Perusahaan negara yang didirikan Najib. Ia keluar dari
partai UMNO yang dibesarkannya. Berarti keluar juga dari koalisi Barisan
Nasional.
Mahathir berhasil ‘wawuh’ dengan Anwar Ibrahim. Yang
pernah ia pecat dulu. Yang ia penjarakan dulu. Untuk bersama-sama melawan Najib
Razak, bekas kadernya. Melalui koalisi Pakatan Harapan. Sukses. Menciptakan
tsunami politik di Malaysia: 9 Mei 2018.
Waktu mengumumkan kemenangan itu Mahathir minta
istri Anwar yang tampil. Memberi muka. Dan niat baik. Mahathir juga langsung
bikin statemen: akan segera mengampuni Anwar. Begitu ia jadi perdana menteri.
Agar Anwar bisa segera keluar penjara.
Bahkan Mahathir juga mengatakan ini: dengan
pengampunan itu Anwar bisa menjadi perdana menteri. Tapi Anwar harus menjadi
anggota DPR atau DPD dulu. Di Malaysia, ikut Inggris, untuk menjadi perdana
menteri harus anggota DPR/DPD.
Untuk sementara istri Anwar-lah yang akan tampil di
pusat pemerintahan. Sebagai Wakil Perdana Menteri. Jabatan suaminya dulu.
Berarti pasangan ini akan menjadi sama-sama pernah menjabat wakilnya Perdana
Menteri Mahathir Mohamad.
Bagaimana nasib Najib Razak selanjutnya?
Semula ada rumor ia akan mendekritkan keadaan
darurat. Spekulasi ini muncul pada pukul 22.00 malam itu. Kok perhitungan suara
mulai seret. Bahkan berhenti. Tapi suara rakyat terlalu besar ke oposisi. Tidak
bisa lagi ditukangi.
Lalu ada rumor lagi: ia akan mencari jet. Bersama
dia, she, isterinya itu. Terbang entah ke mana.
Malam itu semua wartawan ngumpul di markas besar BN.
Ingin tahu sikap Najib. Tapi yang ditunggu tidak kunjung muncul. Wartawan
pindah memenuhi lingkungan rumah Najib. Juga tidak menampakkan diri.
Tapi Najib tidak ke mana-mana. Siang kemarin ia
bikin pernyataan. Masih belum mau mengakui kekalahannya. Tapi ia berkata
menghormati keinginan rakyat.
Maksudnya: rakyat sebagian besar ternyata masih
memilih BN. Tidak ada satu partai pun yang suaranya lebih besar dari BN.
Pakatan Harapan itu, katanya, bukan koalisi resmi. Secara hukum tidak legal.
Maka Najib menyerahkan putusan kepada Yang Dipertuan
Agung: siapa yang hendak dilantik jadi PM. Begitulah hukum di Malaysia. Kalau
tidak ada partai pemenang mayoritas, putusan diserahkan pada raja. Biasanya
raja melantik ketua partai yang memperoleh suara terbesar. Itu... hahaha...
berarti Najib.
Raja terpengaruh. Atau ingin hati-hati. Sore itu
mestinya raja sudah melantik Mahathir. Apalagi Mahathir sudah ke istana.
Disertai istri Anwar Ibrahim. Sebagai Ketua Partai Keadilan. Tampak juga Tan
Kok Wai beserta Lim Guan Eng. Ketua dan Sekjen Partai Aksi Demokrasi. Ada
Mahyuddin Yassin. Ketua Partai Pribumi Bersatu. Empat partai dalam koalisi
Pakatan Rakyat sudah di istana.
Ternyata mereka bukan menghadiri pelantikan. Medsos
mulai gegap-gempita. Menuduh raja terpengaruh Najib.
Para pimpinan partai itu lantas menyerahkan
pernyataan: mendukung Mahathir jadi perdana menteri. Seorang pengacara
terkemuka angkat suara. Pelantikan Mahathir tidak ada hubungannya dengan
perolehan suara partai. Begitu mayoritas anggota parlemen menyetujuinya
bereslah itu barang. Begitulah konstitusi Malaysia.
Pukul 19:00, istana mengeluarkan pernyataan.
Pelantikan Mahathir dilakukan pukul 21.30. Raja tidak ingin menundanya. Hanya
ingin prosedurnya benar.
Saya begitu kagum dengan Mahathir: bagaimana bisa umur 92 tahun begitu energetik. Lihat betapa lelahnya minggu-minggu terakhir. Terutama dua hari belakangan. Dan lihatlah waktu pukul 03:00 dini hari masih harus mengadakan konferensi pers: betapa sehatnya ia. Betapa runtut tutur katanya. Betapa jernih pikirannya.
Dan betapa cerdiknya: langsung ia liburkan hari
Kamis dan Jumat. Berarti sampai Minggu. Bank tidak bisa bergerak. Lalu-lintas
uang terhenti. Yang mau eksodus kecele. Yang mau ramai-ramai transfer ke luar
negeri gigit jari. Mahathir punya waktu empat hari untuk ambil langkah
strategis.