Layakkah Pemabuk Dibantu Atau Ditolong?


Dari Redaksi untuk Dinkes (Pemda Kabupaten Sukabumi)

Membaca dan mencermati artikel berita yang ditulis salah satu media online yang mengabarkan bahwa Pemkab Sukabumi melalui Dinkes menanggung seluruh biaya pengobatan para pemimum miras oplosan di Palabuhanratu "karena kasihan". Selaku redaktur sekaligus pendakwah kami merasa prihatin dan tak habis pikir.

Kenapa? Karena para 'pemabuk' itu oleh Dinkes diposisikan sebagai korban?

Konyol sekali... Korban apa? Dinkes harus belajar membedakan musibah, bencana, dan perbuatan maksiat yang mengancam nyawa. Orang mau mati karena minum miras itu bukan musibah, tak perlu dibantu.

Ataukah Dinkes akan terus menggelontorkan dana untuk membantu pengobatan para pemabuk?

Kalau memang para pejabat Dinkes bersimpati kepada para penggemar alkohol, silakan bantu mereka dengan uang sendiri, jangan pakai uang negara karena ‘pemabuk’ adalah perusak negara.

Jika perbuatan maksiat peminum miras itu oleh Dinkes diperlakukan atau diposisikan sebagai korban dan dibantu layaknya korban kecelakaan atau bencana, barangkali sama saja Pemda, melalui Dinkes itu melegalkan perbuatan maksiat tersebut.

Jika demikian adanya, maka tidak menutup kemungkinan ke depan, pelaku lainpun akan berkata: “Mari kita meminum miras oplosan. Kalau keracunan, jangan takut, sabab biaya pengobatan ditanggung oleh Dinkes”.

Dalam Al-Quran, terkait tolong menolong Allah SWT telah menegaskan:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ayat ini menunjukkan bahwa terlarang saling tolong menolong dalam maksiat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, berkata: “Apabila manusia saling tolong menolong di dalam perbuatan dosa dan permusuhan, maka mereka sejatinya sedang saling membenci di antara mereka sendiri”. Majmu’ al-Fatawa (15/128).

Sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Muslim mengatakan:

وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1017).

Hukum bagi pemabuk:

Berdasarkan Perda, orang marabok harus ditangkap, sebab termasuk orang yang menggunakan minuman beralkohol. Mereka telah melanggar perda tentang larangan minuman beralkohol.

Peraturan Daerah (Perda) no.7 thn 2015 tentang Larangan Minuman Beralkohol (minol) yang salah satu isi pasalnya memberi sanksi kepada setiap orang yang memproduksi, mengimpor, mengedarkan, menjual dan mengecerkan minuman beralkohol maka dikenakan sanksi, yakni kurungan penjara selama enam (6) bulan dan denda sebesar Rp 50 juta.

Hadits Rasulullah Saw. Orang yang minum khamar (atau minum-minuman yang lain yang sejenis dengn khamar wiski, ciu, dan lain-lain) kena hukuman jilid, baik ia sampai mabuk atau tidak, di jilid 40 kali. (dengan syarat orang islam yang baligh dan berakal serta mengerti haramnya khamar).

Meminum arak atau apa saja yang memabukkan, maka wajib dihukum had berupa 40 kali cambuk. Hukuman ini boleh ditambahsampai 80 kali cambuk dengan jalan di karenakan ta’zir.

حدثنا مسلم حدثناهشام حدثنا قتادة عن انس قال جلد النبي صلى الله عليه وسلم في الخمر بالجريد والنعال وجلد ابو بكر اربعين (اخرجه البخارى في كتاب الحدود باب الضرب بالجريد والنعال).

Artinya: Anas,  dia berkata: Nabi saw mencambuk dalam perkara khamar dengan pelapah kurma dan dengan sandal. Abu bakar mencambuk dalam perkara khamar sebanyak 40 kali. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, layakkah pemabuk, perusak Agama dan perusak Negara itu ditolong?

SHARE! Semoga jadi perhatian pagi pemerintah, khususnya bagi Pemda Kabupaten Sukabumi.

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال