"Dari 8 poin kode etik JITU, tiga butirnya
membahas soal hoax. Itu artinya kita menganggap ini penting."
“Jawabnya mungkin
wartawannya belum masuk ke organisasi kejurnalistikan, sehinggga dia tidak
masuk dalam pembinaan ini,” pungkasnya. Red*
[PHOTO: Anggota Dewan Syuro Jurnalis Islam Bersatu (JITU) Mahladi dalam diskusi "War on Hoax" di Cawang, Jakarta, Sabtu (10/03/2018). Dok. Hidayatullah.com]. |
sukabumiNews.net, JAKARTA - Seorang jurnalis Muslim
tidak mungkin memproduksi berita palsu atau hoax. Hal itu, kata Anggota Dewan
Syuro Jurnalis Islam Bersatu (JITU) Mahladi, karena jurnalis Muslim terikat
dengan kode etik.
“Saya mau menegaskan bahwa itu tidak mungkin. Dan
semua organisasi jurnalis punya kode etik, PWI, AJI punya, dan JITU juga
punya,” ujarnya dalam diskusi bertema “War on Hoax” di Aula Masjid Abu Bakar
Ash-Shidiq, Jl Otista Raya, Cawang, Jakarta, seperti di kutip Hidayatullah.com,
Sabtu (10/03/2018).
Mahladi mengungkapkan, jika seorang jurnalis tidak
mengikuti kode etik tersebut, maka dia bisa dikenakan sanksi dari organisasi
profesi kejurnalistikannya.
Di JITU, jelasnya, kode etik mengenai larangan
memproduksi berita bohong atau hoax tercantum dalam poin nomor 4, dimana
disebutkan wartawan Muslim tidak dibenarkan mempublikasikan berita bohong.
Sedangkan dalam kode etik nomor 5, sambung Mahladi,
jurnalis Muslim harus melakukan konfirmasi atau tabayun sebelum mempublikasikan
suatu informasi terkait kepentingan umum, harkat martabat umat Islam, dan belum
jelas kebenarannya.
“Jika seandainya melakukan publikasi berita hoax,
karena kita juga manusia yang tidak luput kesalahan, dalam kode etik nomor 7,
maka wartawan Muslim harus mengupayakan tempat dia bekerja agar segera
mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
pemberitahuan atau permintaan maaf kepada pihak-pihak yang mengajukan keberatan
atas kesalahan tersebut,” paparnya.
“Dari 8 poin kode etik JITU, tiga butirnya membahas
soal hoax. Itu artinya kita menganggap ini penting,” tambah Direktur situs
berita hidayatullah.com ini.
Mahladi menambahkan, bagaimana jika terdapat juga
jurnalis atau media yang berlabel Islam tapi membesar-besarkan sesuatu?