Saat Mujahid Meleset Sasaran, Ini yang Diucapkan!

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dans alam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Jihad menuntut kesungguhan dan usaha maksimal dalam membela agama Allah. Persenjataan disempurnakan sesuai kebutuhan dan dan perkembangan zaman. Strategi dan skill (kemampuan) berperang harus ditingkatkan secara maksimal dengan latihan-latihan. Semua ini untuk menyempurnakan usaha dan sebab kemenangan dalam memerangi musuh-musuh Islam.

Secanggih persenjataan dan terlatihnya pasukan tidak boleh membuat sombong dan lupa akan kuasa Allah yang mutlak. Isti’anah (meminta pertolongan) kepada Allah harus senantiasa dihadirkan. Bentuknya dengan menjaga ibadah, ketaatan, dzikir, dan doa secara langsung. Puncaknya dengan tawakkal kepada Allah dalam setiap usaha baik. Inilah aplikasi nyata dari,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Kepada-Mu semata –ya Allah- kami beribadah dan kepadaMu semata kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Bersungguhlah menggapai apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah serta jangan melemah.” (QS. Muslim)

Menyerahkan urusan kepada Allah setelah usaha sungguh-sungguh dan isti’anah adalah tawakkal. Menyandarkan hasil kepada Dzat yang menguasai alam raya dan memegang ubun-ubun setiap hamba. Tidak ada sesuatu terjadi kecuali dengan izin-Nya. Yakin akan pertolongan dan bantuan-Nya. Semua ini akan membuat semangat berkobar dalam dada dan yakin akan kemenangan dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Jika hasil tak sesuai harapan dan perencanaan atau meleset sasaran dan bidikan tetap tak boleh melemah dan menyesali usaha seraya berucap “seandainya kulakukan ini maka tak akan seperti ini” atau kalimat serupa. Karena kata “seandainya’ akan membuat diri menyesali  usaha dan marah kepada takdir yang telah Allah tetapkan. Sikap terbaik adalah menyandarkan kejadian kepada Allah dan menghibur diri dengan keyakinan qadha’ dan qodar-Nya.

وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Jika kamu mendapati kegagalan janganlah berucap ‘Andai aku lakukan demikian tentu hasilnya begini dan begitu’. Tetapi ucapkanlah ‘ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat’. Karena ucapan ‘seandainya’ akan membuka pintu syetan.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)

Arti ucapan “ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ” : ini yang terjadi adalah takdir dan qadha' (ketetapan) Allah. Apa yang Allah 'Azza wa Jalla  kehendaki maka Dia lakukan, tak seorangpun yang bisa melarang dan menahan-Nya dari melakukan keinginan-Nya dalam kekuasaan yang Dia miliki. Maka Setiap yang Dia kehendaki pastilah Dia akan melakukannya.

إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki." (QS. Huud: 107)

Sedangkan ucapan “Seandainya” akan menyebabkan cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan sedih. Bahkan akan menyesali amal jihad yang sudah dikerjakan. Semua ini termasuk dari perbuatan syetan sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang membuka kesempatan pada syetan untuk menggoda hamba dengan kalimat pengandaian ini.

Namun tidak semua ucapan ‘seandainya’ itu dilarang. Imam al-Nawawi Rahimahullah, menjelaskan bahwa ucapan “seandainya’ sebagai penyesalan karena tertinggal melaksanakan ketaatan atau karena berudzur dari mengerjakannya maka tidak apa-apa. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]



Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال