sukabumiNews, SOLO - Rangkap jabatan perwira tinggi
kepolisian menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur merupakan pelanggaran
terhadap Undang Undang. Hal ini diungkapkan pakar hukum Universitas Djuanda
Bogor, Dr. Muhamad Taufiq, Selasa (6/2/2018).
Taufiq mengatakan, keputusan Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo untuk mengambil Plt gubernur dari perwira tinggi kepolisian
merupakan pelanggran terhadap UU No 2
2002 Tentang Kepolisian. Dalam padal 28 ayat 3 undang udang tersebut menegaskan
bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di
luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Jadi Pasal 28 ayat 3 itu menyatakan jelas, tegas,
bahwa tidak boleh anggota polisi aktif rangkap jabatan diluar tugas kepolisian.
Boleh saja rangkap jabatan asal mengundurkan diri atau sudah pensiun dari
dinas,“ terangnya.
Selain itu, ada ketentuan lain yang juga dilangar
jika Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo nekat mengambil periwira tinggi
TNI/Polri sebagai Plt gubernur atau bupati/walikota. Sebab dalam Permendagri no
74 tahun 2004 pasal 4 ayat 2 dan 3 menyatakan bahwa Pelaksana Tugas Gubernur
berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya Kementerian Dalam Negeri atau
Pemerintah Daerah Provinsi. Sedangkan pelaksana Tugas Bupati/Walikota berasal
dari pejabat pimpinan tinggi pratama Pemerintah Daerah Provinsi atau
Kementerian Dalam Negeri.
Jika agenda rangkap jabatan ini tetap dilakukan,
Taufiq khawatir polisi menjadi tidak independen. Sebab hal ini menguatkan
dugaan polisi ditarik pada kekuatan politik tertentu.
“Kalau ini terjadi, polisi itu ditarik menjadi
kekuatan politik, ini akan mengakibatkan kerja polisi tidak profesional.
Contohnya, seorang Plt-nya itu polisi didemo warga negara biasa, kira-kira
polisi itu membela pak gubernur atau membela kerumunan massa?,” pungkasnya.*
[Aan/Syaf/voa-islam.com]