sukabumiNews.net, JAKARTA – Pengamat Intelijen dan Pertahanan, Jaka
Setiawan, melihat fenomena orang gila serang ulama dan santri di beberapa
tempat memilki pola. Jaka menduga, pelaku dibalik penyerangan ini Intelijen
yang memiliki kemampuan menggerakkan orang-orang tertentu untuk melakukan
operasi terhadap target yang sensitif.
“Kalau saya lihat fenomena ini punya pola kemudian
dari sini kita bisa tahu siapa yang punya kapasitas untuk melakukan hal-hal
seperti itu. Jadi kalau misalnya kita lihat lembaga atau organisasi yang punya
infrastruktur menggerakkan orang-orang khusus untuk melakukan operasi terhadap
target yang sensitif, ya intelijen,” ungkapnya kepada wartawan seperti di kutip
Kiblat.net, Sabtu (10/02).
Jaka juga mementahkan teori hal ini dilakukan oleh
individu, dan lebih menekankan prilaku tak bermoral ini dilakukan oleh lembaga
tertentu, bukannya indvidu.
“Ini memang hanya bisa dilakukan oleh lembaga
tertentu. Ketika terjadi penyerangan terhadap ulama di beberapa wilayah, saya
langsung berpikir ada yang bermain tentu yang punya kapasitas untuk melakukan
hal itu tidak mungkin, dan tidak mungkin juga dilakukan oleh individu, apalagi
secara alamiah,” ungkapnya.
Karenanya, hal yang paling memungkinkan melakukan
hal itu adalah intelijen, melihat dari infrastrukturnya. Jaka mengungkapkan,
dalam banyak kasus keamanan di Indonesia, yang bisa memobilisasi dan
menggerakkan orang-orang seperti itu, hanya yang memiliki infrastruktur, dan
itu hanya dimiliki intelijen.
Namun, ia mempertanyakan, intelijen pihak manakah
yang melakukan serangan terhadap ulama ini, apakah intelijen negara, atau oknum
intelijen negara, atau mungkin saja intelijen asing.
Belakangan pun, kata Jaka, intelijen Indonesia
terbelah. Intelijen Negara seharusnya bertugas melakukan analisa ancaman
terhadap negara. Artinya yang dihadapi adalah musuh negara bukan musuh politik.
“Nah ini kita bisa lihat kalau ada aktor keamanan, misalnya
intelijen yang merubah definisi musuh negara menjadi musuh politik, ini
berbahaya. Artinya dia sudah masuk ke dalam wilayah politik. Intelijen
seharusnya Netral, musuhnya adalah musuh negara bukan musuh politik,”
ungkapnya.
“Pemerintahannya mungkin punya musuh politik, tetapi
yang namanya musuh negara adalah musuh abadi. Itu semacam keamanan negara dari
pihak asing yang mengeksploitasi sumber daya alam,” lanjutnya.
Ia menegaska, bahwa secara historis bisa dilihat, di
sektor keamanan yang bisa melakukan hal serupa memanfaatkan orang-orang untuk
melakukan tindak kejahatan, dari zaman dulu hingga sekarang, adalah intelijen.
“Jadi saya lihat ada oknum intelijen yang gunakan
infrastruktur intelijen untuk kepentingan mengalahkan musuh politiknya,”
tukasnya. RED*
Sumber: Kiblat.net