sukabumiNews, GUNUNGGURUH - Bagi Ibu Tita (62), seorang janda, warga Kampung Cipeundeuy RT 004 RW 003 Desa
Cibolang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, janji adalah janji. Siapa
pun yang berjanji harus ditepati, apalagi orang yang berjanji adalah Marwan
Hamami yang saat ini memegang jabatan Bupati Sukabumi. Karena sangat terharu,
Tita berurai
air mata ketika menceritakan janji yang pernah diterimanya dari Marwan.
"Kami
sekeluarga menjadi tim sukses dari pasangan Pak Marwan dan Pak Adjo. Sewaktu
masa kampanye, Pak Marwan berjanji akan mengobati menantu saya yang mengidap
penyakit kaki gajah sampai sembuh. Namun janji itu belum dipenuhi," kata
Tita dengan
mata berlinang-linang kepada sukabumiNews,
Kamis (16/11/2017).
Janji tersebut,
lanjut dia, disanggupi Marwan akan dipenuhi setelah dirinya bersama Adjo
Sardjono dilantik sebagai Bupati-Wakil Bupati Sukabumi periode 2015-2020.
Setelah hampir dua tahun pasca pelantikan, Marwan seperti lupa, janji yang
pernah diucapkannya kepada keluarga Tita seperti tenggelam ditelan lautan luas Teluk
Palabuhanratu.
Dalam janjinya,
Marwan menyatakan akan mengurus semua administrasi dan biaya pengobatan mantu
Tita itu,
termasuk menyelesaikan pembuatan kartu BPJS. Bahkan Marwan menjanjikan pengobatan
di Bandung. Karena itu satu minggu sebelum pelantikan Marwan-Adjo, Tita menyerahkan KTP, KK,
dan dokumen lainnya kepada salah satu tim sukses untuk pengurusan pengobatan.
"Sekarang Pak
Marwan tidak mungkin lagi dapat memenuhi janji beliau karena menantu saya telah
meninggal dunia. Menantu saya sudah berada di alam baka dan tidak butuh
pengobatan," ungkap Tita.
Ibu Tita, sambil memperliatkan photo almarhum mantunya, Nur Aisah |
"Jadi, betapa
bahagia kami mendengar kesanggupan Pak Marwan akan membantu pengobatan menantu
saya. Namun, sekarang harapan untuk dapat menyembuhkan menantu saya itu hilang.
Saya hanya memohon kepada Pak Bupati untuk mewujudkan janjinya dalam bentuk
lain," ungkap dia.
Nur Aisah kini
telah tiada. Begitu juga suaminya Herman yang tidak lain anaknya Tita telah menghadap Ilahi
lebih dahulu. Tita hidup sebagai single parrent
karena suaminya pun telah meninggal dunia. Dia harus menghidupi tiga orang
cucunya dari pasangan Herman-Aisah yang terdiri dari satu anak usia SMA, satu anak
usia SMP, dan satu lagi masih balita.
Hebatnya, Tita tetap tegar menjalani
kehidupan. Dia tidak pernah menyesali takdir dan kondisi keluarga yang
dialaminya. Namun memang secara finansial, keluarganya termasuk tidak mampu.
Sebagai janda, Tita merasa terlalu berat
harus menanggung beban ekonomi untuk menghidupi ketiga cucunya. Dia harus
bekerja keras dan membanting tulang untuk membiayai sekolah kedua cucunya dan
membelikan susu krim untuk cucunya yang masih balita. Belum lagi biaya
sehari-hari dan bulanan seperti untuk belanja makanan, membayar listrik, dan
membeli gas.
"Beban saya
makin hari semakin berat. Karena saya juga harus membayar utang ke para
tetangga," kata Tita.
Utang yang melilit
keluarganya bukan karena dia hidup boros atau gemar belanja berfoya-foya. Uang
pinjaman dari para tetangga digunakan untuk biaya pengobatan dan ongkos selama
enam bulan pengobatan di RS Bunut, pengurusan jenazah Aisah, dan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
"Janji Pak
Bupati kalau dipenuhi tidak lagi untuk pengobatan menantu saya, tapi untuk
membayar utang-utang dan biaya hidup keluarga kami sehari-hari," tutur
dia.
Pernah memang,
kata dia, ketika menantunya masih hidup, dia mendapatkan bantuan dari sesama
rekan tim sukses dan Wakil Bupati Sukabumi Adjo Sardjono yang saat ini
menjabat. Namun uang yang diterimanya sekedar cukup untuk biaya makan keluarga dan
menantunya yang sedang sakit parah. Tita tidak akan pernah melupakan bantuan dari
Adjo.
Demi meringankan
beban hatinya, dia bermaksud akan melayangkan surat langsung kepada Bupati
Sukabumi Marwan Hamami untuk mengingatkan janjinya. “Sekarang saya mau nagih janji dengan
mengantarkan surat ini kepada Bupati Sukabumi secara langsung,"
pungkasnya.