“Kalau pemerintah ingkar janji, tiba-tiba pemerintah
tidak melakukan revisi, maka dengan tegas dan terang saya sampaikan, Partai
Demokrat akan mengeluarkan petisi politik," ujar SBY.
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kuala Lumpur, Sabtu (2/9/2017). ANTARA FOTO. |
sukabumiNews - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pemerintah segera melakukan revisi atas Perppu
Ormas yang sudah disahkan oleh DPR beberapa hari lalu. Apabila hal itu tidak
dilakukan, maka Partai Demokrat akan mengeluarkan petisi politik.
“Kalau pemerintah ingkar janji, tiba-tiba pemerintah
tidak melakukan revisi, maka sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dengan tegas
dan terang saya sampaikan, Partai Demokrat akan mengeluarkan petisi politik,”
kata SBY dalam pidato kepada kader partainya di channel Youtube DemokratTV,
yang diunggah pada Rabu (25/10/2017), seperti dirilis Tirto.id.
Petisi politik tersebut, dikatakan SBY, isinya bahwa
Partai Demokrat tidak percaya lagi pada pemerintah, apabila pemerintah tidak
melakukan revisi Perppu Ormas seperti sudah dijelaskan dalam catatan Partai
Demokrat dalam rapat paripurna pengesahan UU Ormas.
“Isinya tidak lagi percaya pada pemerintah, karena
semudah ini ingkar janji, bagaimana mungkin kita percaya pada pemerintah, mudah
sekali ingkar janji, tidak jujur, mudah berbohong, itu semua perbuatan
tercela,” tegas SBY.
Presiden keenam RI tersebut juga menjelaskan bahwa
menurut UUD 1945 kalau pemerintah melakukan perbuatan tercela, maka sanksinya
berat sekali.
Di awal pidatonya, ia menjelaskan dua sikap dan
pandangan Partai Demokrat yakni, pertama, menyetujui Perppu Ormas kalau
Pemerintah bersedia melakukan revisi, perbaikan, sebagaimana yang diusulkan.
“Namun kalau pemerintah tidak bersedia melakukan
revisi, Demokrat dengan jelas menolak, tolong dipahami ini,” terangnya.
SBY menjelaskan alasan atas pengambilan keputusan
tersebut, anggota fraksi Demokrat melakukan lobi dengan pemerintah terkait
Perppu Ormas ini. “Mendagri menjawab bersedia (melakukan revisi), itulah
perjuangan Demokrat untuk melakukan perubahan, kalau tidak dilakukan perubahan,
berbahaya sekali,” jelas SBY.
“Karena nyata-nyata kalau menurut pandangan saya
sendiri, Perppu bila disahkan apa adanya itu tidak adil, tidak tepat dan
berbahaya bagi kehidupan bangsa,” tambahnya.
Ada empat substansi yang ingin direvisi oleh
Demokrat, menurut SBY. “Terkait paradigma, seperti apa hubungan ormas dengan
pemerintah. Negara memperlakukan ormas itu sebagai komponen bangsa, sebagai
partner. Dalam perppu kemarin, seolah-olah negara melihat ini sebagai ancaman,”
jelasnya.
Kedua, tentang pemberian sanksi, demokrat tidak
boleh main bubarkan dan jatuhkan sanksi. “Demokrat ingin objektif, terukur dan
ada supremasi hukum, dalam uu ormas ini,” tambah SBY.
“Ketiga, soal siapa yang menafsirkan Pancasila,
dalam perppu tersebut yang diberi kewenangan itu Mendagri, mereka ini kan
politisi, presiden juga politisi, maka kekuasaan kan bisa sewenang-wenang,”
tegasnya.
Keempat, mencakup ancaman pidana, kalau ada ormas
yang dibubarkan, maka semua anggotanya kena, ini kan bisa tidak adil, bisa jadi
alat kekuasaan untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Namun ia sempat menyebutkan di akhir pidatonya bahwa
sampai saat ini masih yakin pemerintah akan melakukan perubahan seperti yang
diminta partainya.
“Saya masih percaya akan ada perubahan dan revisi UU
Ormas,” pungkasnya.
Selasa kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
mengomentari terkait rencana DPR merevisi Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang baru saja disahkan menjadi UU dalam
Rapat Paripurna DPR.
Jokowi menegaskan pemerintah terbuka jika sejumlah
fraksi di DPR berinisiatif melakukan revisi terbatas terhadap UU Ormas itu. Hal
ini tidak terlepas dari syarat yang diajukan PKB, PPP, dan Demokrat yang
mendukung Perppu Ormas menjadi UU apabila pemerintah bersedia melakukan revisi.
“Jangan sampai ada yang mencoba-coba untuk mengganti
ideologi negara kita Pancasila. Jadi jelas tujuannya,” kata Jokowi.
Presiden juga menyatakan bersyukur Perppu Ormas ini
telah disahkan oleh DPR menjadi undang-undang, dengan dukungan mayoritas. RED*