PERKEMBANGAN perikatan akad dalam dunia bisnis sangat pesat,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketika ada
persoalan baru, fikih dituntut untuk menjawab persoalan tersebut dalam kacamata
syariat.
Salah satunya adalah jual beli dengan sistem dropship. Perlu
diketahui bahwa Asal dalam muamalah adalah mubah, kecuali ada dalil yang
melarangnya
Gambaran jual beli dropship sebagai berikut barang
dipasarkan lewat toko online atau dengan hanya memasang ‘display items’ atau
‘katalog. Lalu pihak buyer (pembeli) melakukan transaksi lewat toko online
kepada reseller dropship.
Setelah uang ditransfer, pihak dropshipper (grosir) yang
mengirim barang kepada buyer. Artinya, pihak reseller sebenarnya tidak memiliki
barang saat itu, barangnya ada di pihak supplier, yaitu produsen atau grosir.
Perbedaan dropshiper dan reseller adalah jika dropshiper
tidak menyetok barang, adapun reseller menyetik barang. Ilustrasinya sebagai
berikut
Pada prinsipnya Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Dengan demikian asal dalam muamalah termasuk didalamnya jual
beli adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya. Firman Allah
SWT:
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“… padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba…” (Al Baqarah: 275)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ
إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ
غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ
يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah
akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.” (al-Maidah : 1)
Karena itu dibuatlah kaidah fiqhiyah;
اَلاَصْلُ
فِي الْمُعَامَلاَتِ اَلاِبَاحَةُ أَوْ اَلْحِلُّ حَتَّى
يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهِ
Pokok dalam urusan muamalah itu boleh atau halal sehingga
ada dalil yang menunjukkan atas pengharamannya
Berikut adalah prinsip dan rambu dalam jual beli adalah
sebagai berikut
1. Saling Ridha, dilarang saling mandzalimi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا. –سورة النساء
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS.
An-Nisa : 29)
2. Tidak ada unsur riba
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ
الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
* فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ
تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ. –سورة البقرة 278-279.-
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. * Jika kamu
tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan rasul-Nya. Tetapi
jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat
zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS. Al-Baqarah : 278-279)
3. Tidak ada unsur tipuan
-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ
طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ
أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا
هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ
قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ
الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي.
رواه مسلم
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah melewati setumpuk
makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau
menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya: “Apa ini wahai pemilik
makanan?” sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai
Rasulullah.” Beliau bersabda: “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian
makanan agar manusia dapat melihatnya. Barangsiapa menipu maka dia bukan dari
golongan kami.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, II/267)
4. Tidak ada unsur gharar (spekulasi) dan jahalah
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللهِ -صلى
الله عليه وسلم- عَنْ
بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ.
رواه مسلم
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah saw. melarang jual
beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara
lain yang mengandung unsur ketidakjelasan. (HR. Muslim, Shahih Muslim, II/4)
5. Komoditas bukan yang diharamkan
Dari sahabat Jabir bin Abdullah
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ
بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ
الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ
، وَيُدْهَنُ بِهَا
الْجُلُودُ ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا
النَّاسُ . فَقَالَ « لاَ ، هُوَ
حَرَامٌ » . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – عِنْدَ ذَلِكَ « قَاتَلَ
اللَّهُ الْيَهُودَ ، إِنَّ اللَّهَ
لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ
ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya
mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung (untuk disembah atau
berpotensi disembah)” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu
mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal
perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai
itu haram.” Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak
bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut,
kemudian mereka memakan hasil penjualannya.” (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari,
3/84)
6. Tidak ada yang dirugikan
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak ada madharat dan tidak memadharatkan.
Jual beli dengan sistem dropship ini bisa dipandang dalam
beberapa akad, pertama bisa dengan cara simsarah atau makelar, yaitu seseorang
yang menjadi perantara antara penjual dan pembeli kemudian mendapatkan fee atau
upah dari jasanya tersebut. Antara perantara dan produsen mengadakan
kesepakatan, dimana diatur pihak perantara mendapatkan fee karena jasanya
menjual barang produsen dengan besaran sesuai kesepakatan.
Dalam kasus dropship, misalnya perantara hanya bermodalkan
spek brosur barang atau menggunakan toko online, ketika ada yang berminat, maka
dia langsung menghubungi produsen sebagai pemilik barang. Setelah dibayar, maka
produsen mengirim barang yang dibeli kepada pembeli.
Dalil kebolehan makelar atau calo.
كُنَّا
نُسَمَّى فِي عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ – السَّمَاسِرَةَ ، فَمَرَّ بِنَا
رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ – فَسَمَّانَا بِاسْمٍ هُوَ أَحْسَنُ
مِنْهُ ، فَقَالَ : ” يَا
مَعْشَرَ التُّجَّارِ ! إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ
اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
"Kami pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
disebut dengan “samasirah“ (calo/makelar), pada suatu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama
yang lebih baik dari calo, beliau bersabda : “Wahai para pedagang, sesungguhnya
jual beli ini kadang diselingi dengan kata-kata yang tidak bermanfaat dan
sumpah (palsu), maka perbaikilah dengan (memberikan) sedekah“ (HR Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Akad kedua antara dropshiper dan produsen bisa dengan akad
wakalah. Yaitu produsen selaku pemilik barang mewakalahkan penjualan barangnya
kepada dropshiper sehingga posisi dropshiper sebagai wakil dari produsen.
Kesepakatan terkait harga barang, selisih antara harga
produsen dan dropshiper atau ujrah bagi dropshiper sesuai kesepakatan keduanya
keduanya tanpa ada yang dirugikan.
Dalil kebolehan wakalah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا
تَقَاضَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ بِهِ
أَصْحَابُهُ فَقَالَ دَعُوهُ فَإِنَّ
لِصَاحِبِ الْحَ
قِّ مَقَالًا وَاشْتَرُوا لَهُ بَعِيرًا فَأَعْطُوهُ
إِيَّاهُ وَقَالُوا لَا نَجِدُ إِلَّا
أَفْضَلَ مِنْ سِنِّهِ قَالَ
اشْتَرُوهُ فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ
قَضَاءً
Dari Abu Hurairah Ra berkata; Ada seorang laki-laki yang
datang
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menagih apa
yang dijanjikan
kepadanya. Maka para sahabat marah kepadanya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Biarkanlah dia karena bagi orang yang
benar ucapannya wajib
dipenuhi”. Kemudian Beliau berkata: “Berikanlah untuknya
seekor anak unta”.
Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, tidakada kecuali yang
umurnya lebih tua”.
Maka Beliau bersabda: “Berikanlah kepadanya, karena
sesungguhnya yang terbaik
diantara kalian adalah yang paling baik menunaikan janji”
(H.R. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 3/116)
Adapun akad Akad kedua bisa juga menggunakan akad salam atau
memesan terlebih dahulu (pre order), yaitu akad pemesanan suatu barang dengan
kriteria yang sudah disepakati dengan pembayaran tunai pada saat akad
berlangsung kemudian baru barang dikirim setelah terjadi kesepakatan dan
pembayaran.
Biasanya dropshiper menerima pembayaran tunai dimuka atau
via rek, kemudian dropshiper bertransaksi dengan produsen terkait barang,
kemudian produsen mengirim barang ke pembeli. Dalil kebolehan jual beli salam
(salaf), dari sahabat Ibnu Abbas Ra, Rasululah Sab bersabda ;
مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ فَفِي
كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
Siapa yang berjual beli dengan cara salaf (salam) hendaklah
melakukan takaran yang jelas dan jangka waktu yang diketahui (disepakati) (H.R.
Bukhari, Sahih al-Bukhari, 3/85)
Akad kedua antara dropshiper dan penjual adalah akad ba’i
taqsit atau sistem kredit bisa dua jenis, pertama kredit murni, kedua dengan
cara membayar DP atau uang muka terlebih dahulu.
Setelah disepakati terkait harga dan cara pembayaran dengan cara
dicicil atau kredit antara dropshiper dan pembeli, maka dropshiper menghubungi
produsen untuk mengirim barang kepada pembeli.
Setelah pembeli menerima barang, dia berkewajiban untuk
membayar cicilan yang disepakati kepada dropshiper. Dan dropshiper berkewajiban
membayar kepada produsen dengan harga dan cara pembayaran yang sudah
disepakati. Dalil boleاnya
jual beli dengan sistem kredit
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا
بِنَسِيئَةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membeli makanan dari orang Yahudi secara angsuran
dan menjaminnya dengan menggadaikan baju besi Beliau”. (Hr Bukhari, Sahih
al-Bukhari, 3/62)
اشْتَرَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا
بِنَسِيئَةٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran
dihutang dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. Bukhari:2096 dan
Muslim: 1603)
Dengan demkian hukum jual beli sistem dropship adalah mubah,
selama tidak ada unsur yang diharamkan.
Bagaimana dengan hadis larangan menjual barang bukan disisi
kita ? hadis tersebut maksudnya adalah larangan jual beli yang belum jelas
barangnya, misalnya menjual burung yang masih di udara, atau ikan yang masih
dilaut.
Kedua jika yang dimaksud adalah terkait dengan kepemilikan,
maka maksudnya tidak boleh menjual barang milik orang lain tanpa seizin yang
punya. Namun jika ada izin, maka dibolehkan. Izin tersebut bisa berupa klausul
perjanjian atau adat yang sudah menjadi hukum.
***
BACA Juga : Kembali kepada Al-Quran dan Assunnah