sukabumiNews, Oleh:
Asmadji As Muchtar, Wakil Rektor III Universitas Sains Al-Quran, Wonosobo,
Jawa Tengah.
Partai politik yang punya beban politik seperti memiliki
kader yang terlibat korupsi bersiaplah untuk tidak didukung rakyat, kecuali
jika beban politik tersebut dilepaskan. Dengan kata lain, partai yang ingin
meraih dukungan rakyat pada pemilu dan pilpres mendatang harus segera
membersihkan dirinya dari kader-kader korup.
Hal ini merupakan harga mati, tidak bisa ditawar lagi,
karena sekarang rakyat sudah melek politik dan mendukung upaya pemberantasan
korupsi di negeri ini.
Oleh karena itu, sudah selayaknya jika kader-kader partai
yang ingin mendukung upaya pemberantasan korupsi merasa keberatan menanggung
beban politik yang bisa membuat partainya terpuruk atau ditolak rakyat pada
pemilu mendatang.
Maka, jika ada pengurus atau anggota partai sudah menjadi
tersangka kasus korupsi, atau sudah menjadi beban politik yang tidak
menguntungkan bagi partai, harus dipaksa segera keluar dari partai agar
elektabilitas partai tidak terus menurun. Jika beban politik tidak segera
dilepaskan, bukan tidak mungkin elektabilitas partai bisa terpuruk sampai ke
titik nadir.
Untuk konteks sekarang, semua partai di negeri ini memang
selayaknya tidak menanggung beban politik. Misalnya, setiap ada kader partai
yang terlibat korupsi selayaknya segera mundur atau dipaksa untuk meninggalkan
partai. Pasalnya, rakyat negeri ini semakin cerdas dan tentu tidak akan
memberikan dukungan kepada partai yang nyata-nyata tidak bersih.
Bagi elite partai yang tidak bersih, mundur atau
meninggalkan partai memang bisa menjadi kiamat bagi dirinya. Namun, hal itu
harus dipilih jika tidak ingin mengorbankan partainya. Sikap ngotot untuk tetap
memimpin partai atau menjadi anggota partai, sementara publik sudah melihatnya
memiliki indikasi tidak bersih, seperti menjadi tersangka kasus korupsi, hanya
akan menjadi beban politik yang sangat merugikan partai.
Betul, sebelum ada penetapan hukum, status sebagai tersangka
bisa saja gugur atau yang bersangkutan bisa bebas dari jeratan hukum karena
terbukti tidak korupsi. Namun, masalah hukum terkait dugaan korupsi bagi ranah
politik adalah beban berat yang harus dilepaskan.
Dalam hal ini, partai selayaknya memang memecat kadernya
yang sedang menjalami proses hukum kasus korupsi. Nanti, jika ternyata terbukti
tidak korupsi,yang bersangkutan bisa dipersilakan untuk masuk partai lagi,
bahkan diberi posisi tertinggi sesuai dengan kemampuannya.
Kebebalan politik
Jika, misalnya, ada elite partai tetap ngotot tidak keluar
dari partainya, padahal sudah menjadi tersangka kasus korupsi, sedangkan hal
itu didukung oleh kader-kader lain, itulah contoh kebebalan politik.
Disebut kebebalan politik, karena tidak memahami risiko atas
sikap dan pilihan politiknya. Ibarat sudah melihat ada penyakit, tapi malah
dipertahankan atau tidak diobati, maka risikonya bisa jatuh sakit atau bahkan
mati.
Pada saat ini, kebebalan politik pasti akan ditampik rakyat,
karena rakyat memang sudah melek politik dan memiliki idealisme dalam
berdemokrasi. Konkretnya, rakyat tidak akan bersedia menjadi simpatisan apalagi
memilih elite politik yang nyata-nyata bebal. Sebab, elite politik yang bebal
tidak layak dipercaya untuk ikut mengelola negara.
Banyak data empiris bisa dilihat bahwa rakyat menolak
kebebalan politik. Misalnya, di sejumlah daerah banyak elite politik lokal yang
tidak bersih lagi tidak dipilih rakyat, meskipun popularitasnya tinggi.
Sedangkan kalaupun ada elite politik yang tidak bersih tetap dipilih rakyat,
ujung-ujungnya terjerat OTT KPK.
Lebih konkretnya, sejumlah kepala daerah yang terjerat OTT
KPK sudah tercium kebebalan politiknya oleh rakyat. Jika mereka bisa menang
pilkada, tentu karena bermain politik uang. Dalam hal ini, rakyat miskin yang
sudah mencium kandidat yang mengidap kebebalan politik bisa saja tetap bersedia
memilih karena tergiur uang.
Karena itu, maraknya politik uang di banyak daerah tidak
lepas dari kebebalan politik yang diidap calon-calon kepala daerah yang berlaga
di pilkada. Dan, jika ada yang mengidap kebebalan politik tetap dipilih rakyat,
maka ujung-ujungnya akan dijerat KPK.
Dengan demikian, partai politik sebagai instrumen penting
pembangunan demokrasi layak memberlakukan aturan yang ketat untuk menolak kader
yang tidak bersih dan mengidap kebebalan politik. Dan, inilah jalan paling baik
dan aman bagi partai. Terlalu sayang jika partai ditolak rakyat hanya gara-gara
mempertahankan kadernya yang mengidap kebebalan politik.
Hukuman politik
Bagi rakyat, pemilu dan pilkada maupun pilpres harus menjadi
momentum untuk menjatuhkan hukuman politik bagi partai yang tetap
mempertahankan beban politik. Konkretnya, hukuman politik sama dengan tidak
memilih, dan itulah hak rakyat yang dijamin konstitusi.
Jika rakyat negeri ini selalu siap menjatuhkan hukuman
politik bagi partai yang tidak bersih, karena menjadi habitat koruptor, tentu
lambat laun akan memaksa semua partai untuk berlomba-lomba menjadi yang paling
bersih.
Untuk konteks sekarang, hukuman politik bisa lebih efektif
untuk mencegah dan memberantas korupsi di negeri ini. Karena itu, idealnya,
semua pilar demokrasi selayaknya sepakat berupaya agar segenap rakyat di negeri
ini mampu menjatuhkan hukuman politik. Misalnya, semua partai bersama rakyat
dan media menggelar kampanye menolak politik uang dan menolak figur-figur yang
tidak bersih.
Dalam rangka menyongsong pilkada serentak 2018 dan pemilu
serta pilpres 2019, kampanye untuk menjatuhkan hukuman politik kepada figur
maupun partai yang memang layak dihukum secara politis harus dikumandangkan
secara masif. Dengan cara demikian, bangsa dan negara kita akan terbebas dari
beban politik.
Sumber: ROL