Peristiwa tahun 1965 di Sukabumi
Oleh: Irman "Sufi" Firmansyah
Oleh: Irman "Sufi" Firmansyah
sukabumiNews.net, SUKABUMI - Sebelum pecahnya pemberontakan PKI tahun 1965, Sukabumi
sudah menjadi incaran PKI. Selain banyaknya organisasi buruh terutama
perkebunan dan juga basis kuat buruh kereta api, sukabumi juga punya sekolah
polisi yang menjadi pion penting dalam menguasai kota.
Tidak heran Aidit beberapa kali mengunjungi Sukabumi
sejak 1960-1963 dan mengisi kuliah/pidato di sekolah polisi di Sukabumi. Bahkan
konon konsep setan desa dan setan kota dirumuskan aidit di Sukabumi, tepatnya
disebuah perkebunan diutara Cibadak.
Disukabumi sendiri ada tokoh kiri yang diasingkan di
kawasan wilayah Selabintana yaitu H. Achmad Khaerun karena peristiwa Laskar Rakyat
(bambu runcing) yang berhubungan dengan gerakan bambu runcing di daerah
Jampang. Konon beliau sempat pula berdiskusi degan pimpinan PKI. Sementara
kelompok non komunis saat itu tidak kompak. HAMKA seorang ulama yang dipenjara
di Sekolah Polisi Sukabumi tak ada yang membela, bahkan partai besar NU
membiarkannya saja tanpa pembelaan.
Justru rivalitas terhadap PKI muncul dalam bentuk
huru hara yang terjadi mei 1963 di Sukabumi, seperti temuan project pilot
survey dimana huru-hara dilatarbelakangi keterlibatan etnis Tionghoa dalam
partai-partai sosialis dan komunis pro Tiongkok. Selain Aidit tokoh penting PKI
yang mengunjungi Sukabumi adalah waperdam Subandrio, dia melakukan orasi di
cabang PKI Kota Sukabumi.
Dalam catatan Kerry B Collison, Sukabumi merupakan
tempat pelatihan Gerwani yang cukup besar, disana para wanita berlatih dengan
senjata tempur seperti pistol dan juga golok untuk berkelahi. Mereka dilatih
menebas kepala dengan cepat. Keberadaan Perkebunan menjadi faktor potensial
untuk dikuasai, terbukti dari gerakan sepihak yang pernah dilakukan di
perkebunan pasir nangka berupa pembakaan pabrik.
Sementara peran spionase PKI di Sukabumi juga
terbukti dalam Mahmilub dengan ditemukannya surat-surat Sudisman (Anggota CC
PKI) beserta denah (Plattegrond) sekolah polisi Sukabumi dalam arsip SBKP
(serikat buruh kementrian pertahanan) yang berisi beberapa petunjuk untuk
menguasai Sekolah polisi. Sukabumi juga menjadi bagian dari skenario
pemberontakan yang diatur Sjam Kamaroezaman (Djawa adalah Kuntji), yaitu
bilamana pemberontakan gagal maka ada 3 basis pengunduran yaitu Sukabumi
Selatan, Merapi Merbabu Complex dan Blitar Selatan.
“Akhirnya
Petjahlah pemberontakan yang disebut Anwar Sanusi Ibu Pertiwi sedang hamil tua
dengan diculik dan dibunuhnya beberapa jenderal oleh para "bidan"
yang sudah siap.”
Situasi Sukabumi saat itu tidak ada gejolak apapun,
tanggal 30 September malam, kota hanya sempat ada pemadaman. Sementara di
sekolah kepolisian sedang melakukan hiburan sesudah pelantikan siswi polwan
disiangharinya. Seorang petinggi polri pusat yang berada disukabumi yaitu
Jendral Sucipto Judodiharjo. Keesokan harinya, kehebohan terjadi sesudah ada
berita dari radio tentang pemberontakan PKI. Jendral sucipto kemudian dipanggil
Bung Karno dan terbang dengan helikopter dari Sukabumi ke Jakarta.
Seminggu kemudian pentolan serikat buruh ditangkapi.
Akhirnya tanggal 15 Oktober 1965 pimpinan PKI Kota Sukabumi dan Kabupaten serta
beberapa organisasi underbouw PKI di Sukabumi seperti SOBSI, SBPP, dll,
menyatakan tidak campur tangan dalam pemberontakan di Jakarta dan merasa ditipu
oleh petinggi PKI dan menyatakan membubarkan organisasinya.
Sayangnya hal tersebut tidak membendung terjadinya
pengadilan massa karena tanggal 31 Oktober 20 orang pentolan PKI yang dilatih
di lubang buaya tertangkap di Sukabumi beserta beberapa dokumen yang
menyebutkan rencana pemberontakan serta para tokohnya. Tak ayal kemudian banyak
pentolan PKI disukabumi dihabisi diantaranya ketua BTI Cisarua Baros dibunuh
massa.
Situasi
Sukabumi saat itu tidak kondusif dimana banyak terjadi pembunuhan balas
dendam maupun pencidukan oleh aparat terhadap orang yang ditengarai terlibat
PKI. Mereka dikumpulkan di gedung juang dan di kantor-kantor desa, sebagian
diadili, ada yang dilepaskan ada juga yang dieksekusi. Pangleseran termasuk
tempat yang terbanyak penangkapan kader PKI. Bahkan konon sungai di Wangunreja
sempat memerah karena dilakukan beberapa eksekusi disitu. Tempat lainnya
sekitar perkebunan di Cikidang dan di Kalapanunggal. Meskipun tidak kondusif
tapi Sukabumi juga menjadi tempat persembunyian para tokoh PKI.
Mahrus Irsyan menyatakan bahwa Aidit sebelum lari ke
Jawa, sempat bersembunyi di Sukabumi. Selain itu pentolan PKI yang tertangkap
di Sukabumi adalah Sumiyarsih Caropeboka seorang dokter yang disebut Dokter
Lubang Buaya, yang bersembunyi diwilayah Utara Sukabumi dirumah seorang mantri.
Suaminya juga Sjarif Caropeboka ditangkap di Ciaul bersama rekannya dalam
sebuah kendaraan. Pada akhirnya pemberontakan berhasil dipadamkan, gerakan PKI
yang masih terus melakukan perlawanan diantaranya di Merapi Merbabu Complex dan
terakhir berlangsung sampai tahun 1968 adalah di Blitar Selatan. Di Sukabumi
sendiri tidak ada gerakan apapun karena masyarakat bersama-sama membantu aparat
yang tergabung dalam AKRI memburu para kader komunis.
Selamatlah negeri ini dari pemberontakan, namun
peristiwa ini juga menimbulkan luka karena banyak warga yang tidak terlibat
kena getahnya. Ada istilah tulis toggong, dimana masyarakat dengan mudah
menunjuk siapa saja yang terlibat dan langsung diciduk. Luka ini juga menjadi
persoalan sosial yang berlangsung selama bertahun-tahun karena sebagian besar
tidak bisa bekerja normal dengan tanda di KTP sebagai eks tapol.
*Dari berbagai sumber
Editor: A Malik AS