sukabumiNews.net, TOKYO - Pemerintah Jepang punya strategi mengajak masyarakat ikut layanan jaminan sosial. Jika di Indonesia ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menangani Kesehatan dan Ketenagakerjaan, di Jepang memakai sistem Jimukumiai dan Sharoushi.
Lantas, apa sih Jimukumiai dan Sharoushi itu? Yoshihiko Ono, perwakilan dari Sharoushi Federation, menjelaskan sistem Sharoushi dimulai sejak 1968 dan Jimukumiai atau Japan Collection System pada 1969. Keduanya dilengkapi payung hukum berupa undang-undang dan berlaku setelah Jepang menerapkan jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi semua warga pada 1961.
Jimukumiai adalah lembaga yang menjaring peserta jaminan sosial ketenagakerjaan, menjalankan proses administrasi peserta, sekaligus mengumpulkan iuran dan disetor ke pemerintah. Jika sebuah organisasi ingin menjadi Jimukumiai, maka harus mengikuti sejumlah persyaratan.
Pertama, berbadan hukum, punya pengurus dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga. Kedua, punya lebih dari 30 entitas atau badan usaha yang mempercayakan pengurusan administrasi dan pembayaran iuran jaminan ketenagakerjaan. Ketiga, punya tujuan bisnis sebagai sebuah organisasi dan rekam jejak operasional minimal 2 tahun.
Keempat, bisa menjelaskan dari mana sumber finansial organisasi. Kelima, punya tenaga ahli yang mampu menjalankan tugas administrasi jaminan sosial ketenagakerjaan.
Adapun target Jimukumiai adalah pelaku usaha yang memiliki sejumlah tenaga kerja, namun belum didaftarkan sebagai penerima jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Jimukumiai bisa memanfaatkan organisasi dagang dan industri, organisasi bisnis, atau kantor Sharoushi yang ada," ujar Ono, di kantor Federasi Sharoushi, Tokyo, Jepang, seperti dilansir Detik Finance, Senin (11/9/2017).
Menurut Ono, Jimukumiai akan mendapat bonus sebesar 2% dari total iuran jaminan ketenagakerjaan yang disetorkan kepada negara. Syaratnya, Jimukumiai tersebut mampu mengumpulkan dan menyetorkan lebih dari 95% iuran para peserta ke negara.
Fungsi Sharoushi
Berbeda dengan Kimukumiai, Sharoushi adalah individu yang menjadi tenaga ahli jaminan sosial, baik di sektor ketenagakerjaan atau kesehatan. Mereka yang ingin menjadi Sharoushi harus lolos seleksi ketat lewat ujian negara dan mendapat sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang (MHLW/Ministry of Health Labour and Welfare).
"Kurang lebih ada 40.000 orang Sharoushi di seluruh Jepang," terang Ono.
Menurut Ono, Sharoushi itu seperti konsultan yang tugasnya antara lain menjelaskan prosedur menjadi peserta jaminan sosial, besaran premi, cara klaim manfaat hingga penghitungan gaji dan mediasi jika terjadi sengketa ketenagakerjaan. Selain itu, membujuk masyrakat menjadi peserta jaminan sosial.
Pemakai jasa Sharoushi mulai dari individu, pelaku UMKM, hingga perusahaan besar. Bedanya lagi dengan Jimukumiai, Sharoushi tidak mengumpulkan uang dari para peserta.
Jika ada individu atau badan usaha yang ingin ikut jaminan sosial, maka Sharoushi akan meneruskannya ke Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan.
"Sharoushi tidak mengumpulkan iuran, tapi membujuk orang untuk ikut jaminan sosial," kata Ono.
Sedangkan untuk urusan penghasilan, Sharoushi akan mendapat fee dari pengguna jasanya. Menurut Ono Besarnya fee tergantung dari kesepakatan dengan pengguna jasa dan masalah yang ditangani.
"Contohnya untuk individu mulai dari 5.000 yen," tutur Ono. (Red*)
Lantas, apa sih Jimukumiai dan Sharoushi itu? Yoshihiko Ono, perwakilan dari Sharoushi Federation, menjelaskan sistem Sharoushi dimulai sejak 1968 dan Jimukumiai atau Japan Collection System pada 1969. Keduanya dilengkapi payung hukum berupa undang-undang dan berlaku setelah Jepang menerapkan jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi semua warga pada 1961.
Jimukumiai adalah lembaga yang menjaring peserta jaminan sosial ketenagakerjaan, menjalankan proses administrasi peserta, sekaligus mengumpulkan iuran dan disetor ke pemerintah. Jika sebuah organisasi ingin menjadi Jimukumiai, maka harus mengikuti sejumlah persyaratan.
Pertama, berbadan hukum, punya pengurus dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga. Kedua, punya lebih dari 30 entitas atau badan usaha yang mempercayakan pengurusan administrasi dan pembayaran iuran jaminan ketenagakerjaan. Ketiga, punya tujuan bisnis sebagai sebuah organisasi dan rekam jejak operasional minimal 2 tahun.
Keempat, bisa menjelaskan dari mana sumber finansial organisasi. Kelima, punya tenaga ahli yang mampu menjalankan tugas administrasi jaminan sosial ketenagakerjaan.
Adapun target Jimukumiai adalah pelaku usaha yang memiliki sejumlah tenaga kerja, namun belum didaftarkan sebagai penerima jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Jimukumiai bisa memanfaatkan organisasi dagang dan industri, organisasi bisnis, atau kantor Sharoushi yang ada," ujar Ono, di kantor Federasi Sharoushi, Tokyo, Jepang, seperti dilansir Detik Finance, Senin (11/9/2017).
Menurut Ono, Jimukumiai akan mendapat bonus sebesar 2% dari total iuran jaminan ketenagakerjaan yang disetorkan kepada negara. Syaratnya, Jimukumiai tersebut mampu mengumpulkan dan menyetorkan lebih dari 95% iuran para peserta ke negara.
Fungsi Sharoushi
Berbeda dengan Kimukumiai, Sharoushi adalah individu yang menjadi tenaga ahli jaminan sosial, baik di sektor ketenagakerjaan atau kesehatan. Mereka yang ingin menjadi Sharoushi harus lolos seleksi ketat lewat ujian negara dan mendapat sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang (MHLW/Ministry of Health Labour and Welfare).
"Kurang lebih ada 40.000 orang Sharoushi di seluruh Jepang," terang Ono.
Menurut Ono, Sharoushi itu seperti konsultan yang tugasnya antara lain menjelaskan prosedur menjadi peserta jaminan sosial, besaran premi, cara klaim manfaat hingga penghitungan gaji dan mediasi jika terjadi sengketa ketenagakerjaan. Selain itu, membujuk masyrakat menjadi peserta jaminan sosial.
Pemakai jasa Sharoushi mulai dari individu, pelaku UMKM, hingga perusahaan besar. Bedanya lagi dengan Jimukumiai, Sharoushi tidak mengumpulkan uang dari para peserta.
Jika ada individu atau badan usaha yang ingin ikut jaminan sosial, maka Sharoushi akan meneruskannya ke Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan.
"Sharoushi tidak mengumpulkan iuran, tapi membujuk orang untuk ikut jaminan sosial," kata Ono.
Sedangkan untuk urusan penghasilan, Sharoushi akan mendapat fee dari pengguna jasanya. Menurut Ono Besarnya fee tergantung dari kesepakatan dengan pengguna jasa dan masalah yang ditangani.
"Contohnya untuk individu mulai dari 5.000 yen," tutur Ono. (Red*)