Oleh: Muhammad Faisal
SIAPA tak kenal George Soros, miliarder Yahudi
berkebangsaan Amerika yang pernah mengantar Indonesia bersama sejumlah negara
lainnya ke lembah kelam bernama krisis moneter, 1997-1998 silam. Indonesia
dibuatnya porak-poranda, yang hingga kini jelas masih terasa. Soros dikenal
memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang perdagangan mata uang.
Bahkan, pada 1982, dalam waktu singkat Soros
berhasil meraup keuntungan 1,2 miliar dolar dalam perdagangan mata uang
Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Ia pun dijuluki
sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound).
Dengan menggunakan “The Open Society Institute” ia
berusaha menancapkan pengaruhnya seluruh dunia.
Soros mempunyai pengaruh yang luas. Tokoh Yahudi ini memiliki usaha
dibidang finansial, dan sekaligus bergerak dibidang philantropis telah terlibat
dalam perubahan politik di berbagai negara. Ia menggunakan usahanya dibidang
finansiil yang dimilikinya itu, pernah mengobrak-abrik negara-negara ASEAN,
yang mengakibatkan terjadinya krisis politik dan ekonomi, dan efek dominonya
yaitu jatuhnya rejim-rejim di kawasan ini berguguran, termasuk di Indonesia.
Tokoh finansial Yahudi ini, ikut melakukan rekayasa
perubahan politik di Soviet, yang kemudian muncul rejim baru, yang tidak lagi
menggunakan komunisme sebagai ideologi, dan arah ekonominya lebih kepada sistem
kapitalis, yang pro-pasar.
Belum lama ini, ia datang ke Jakarta dan menemui
Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta. Ia datang disaat Indonesia
sedang panas-panasnya, di mana Boediono tengah dipojokkan dalam kasus Bank
Century dan terancam pemakzulan.
Di Indonesia, Soros juga dikenal pendonor Yayasan
Tifa, sebuah yayasan lokal yang bertujuan untuk membantu Indonesia dalam
melakukan konsolidasi pada masa transisi demokrasi.
Soros juga menawarkan beasiswa kepada pemuda
Indonesia. Di antaranya adalah tawaran beasiswa bagi pelajar Indonesia untuk
melanjutkan pendidikan Politik Internasional di University of Glasgow yang
pendaftarannya ditutup Februari ini.
Tifa didirikan oleh belasan orang Indonesia yang
berkomitmen untuk membantu pengembangan masyarakat yang terbuka di negeri ini.
Fokus kegiatan lebih tertuju pada pembangunan kapasitas, pemerintah daerah, hak
asasi manusia, media dan reformasi bidang hukum.
Soros, HT dan Century
Siapa pula tak mengenal Hary Tanoe Sudibyo, seorang
bos media yang saat ini sedang mencoba peruntungan politik di Partai NasDem.
Pria yang akrab disapa HT ini juga dikenal ulung mengelola keuangan. Kendati
umurnya masih relatif muda, ia sudah mampu menguasai berbagai sektor penting,
utamanya industri media.
Lantas, bagaimana keduanya bisa sehebat itu?
Benarkah ada hubungan khusus di antara keduanya? Benarkah HT sengaja dipakai
Soros untuk menguasai perekonomian Indonesia?
Info beredar, keduanya memang telah lama menjalin
persahabatan. Salah satu indikasi persahabatan itu, Soros punya 15 persen saham
di PT Bhakti Investama, milik Hary Tanoe. Perusahaan ini beberapa waktu lalu
pernah terseret kasus penyuapan yang diungkap KPK.
Soros juga disebut-sebut berkaitan erat dengan
skandal Bank Century. Itu karena Soros memiliki 19 persen saham di Bank CIC, cikal
bakal merger Bank Century. Dengan cerdas, Soros lalu merampok kas Indonesia di
pasar modal Indonesia.
Itu dia lakukan melalui Bank CIC, Bank Pikko, dan
Bank Danpac disatukan menjadi Bank Century. Caranya, Bank CIC melakukan
transaksi surat-surat berharga (SSB) fiktif senilai 25 juta dolar AS yang
melibatkan Chinkara. Pada 2003, Bank CIC memiliki surat berharga dalam valuta
asing sekitar Rp 2 triliun dan US Treasury Strips senilai 185,36 juta dolar AS.
Selanjutnya, Bank Indonesia pada 2004 menyetujui proses
merger Bank Pikko dan Bank Danpac ke dalam Bank Century. Robert Tantular
menjadi pemegang saham Bank Century bersama Alwarraq Hesyam Talaat dan Rafat
Ali Rizvi tanpa fit and proper test sebagai bankir. Paska merger tersebut,
Soros dikabarkan lebih banyak berperan di belakang layar, karena Bank Century
dianggap sudah mampu dikendalikan Robert Tantular.
Kiprah Soros lainnya adalah pernah terlibat dalam
proses tender saham yang dimiliki pemerintah di PT Astra International Tbk.
Soros menyusup ke Astra melalui PT Bhakti Investama yang sahamnya dimiliki
Quantum Fund, induk perusahaan milik Soros. Nilai investasi Soros saat itu
diperkirakan sekitar Rp 203,5 miliar.
Dalam berbagai kebijakan HT, kuat dugaan ada Soros
yang setia melindunginya dari belakang layar. Termasuk ketika HT membeli saham
Bentoel, SCTV, Astra Internasional, dan PT Artha Graha Investama Sentral
(AGIS). Soros memberikan konsultasi agar HT fokus pada bisnis media cetak dan
televisi. Alasannya, prospek bisnisnya cukup besar.
Atas saran Soros, Hary Tanoe lantas melepas saham
SCTV dan membeli RCTI dari Bimantara, kemudian memborong saham TPI (sekarang
MNC TV) dan Global TV. Saham HT lalu melebar ke Music Televisi Indonesia ,
Radio Trijaya dan ARH, Harian Seputar Indonesia dan Tabloid Gennie; Majalah
Trust (sekarang Majalah Sindo). Konsep yang ditawarkan Soros adalah dengan
menguasai industri media, maka bisnis lain akan terbantu. Termasuk mampu
menembus dunia politik. Usai meraup keuntungan dari industri media, Soros-Hary
Tanoe lalu membidik pasar telekomunikasi dengan layanan seluler Fren.
Lihat saja, dua presenter Indonesia yakni Rosianna
Silalahi (SCTV) dan Putra Nababan (RCTI) pernah mewawancarai dua presiden AS.
Rosianna untuk Presiden Bush, sementara Putra untuk Presiden Obama. Ditengarai,
keberhasilan dua presenter itu juga tidak terlepas dari jasa Soros.
Sejak awal, Hary Tanoe seolah sudah dipersiapkan
Yahudi AS untuk menguasai Indonesia. Hal itu ia peroleh saat masih kuliah di
Ottawa University, Kanada. Saat itu, HT sudah berpengalaman bermain saham di
bursa Toronto.
Soal terjunnya Hary Tanoe ke dunia politik tentu
saja bukan karena kebetulan. Meski harus diakui, langkah HT tersebut mendapat
perlawanan ‘kecil’ dari kaum nasionalis. Bukan kebetulan juga ketika HT
menjanjikan modal Rp 5 miliar bagi kader Nansional Demokrat (NasDem) yang ingin
bertarung di Pemilu Legislatif 2014 nanti.
Kepiawaian HT menggoreng pundi-pundi Keluarga
Cendana (Titik Prabowo dan Bambang Soeharto) melalui PT Bhakti Investama juga
berasal dari Soros. Kesimpulannya, Soros- Hary Tanoe memang memiliki kisah yang
mirip. Atau boleh disebut, Hary Tanoe Sudibyo adalah anak didik sang miliarder
Soros.
Hary Tanoesoedibjo
saat ini Hary memegang beberapa jabatan strategis di berbagai perusahaan
terkemuka di Indonesia. Ia ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT. Global
Mediacom Tbk. (sejak tahun 2002) setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil
Presiden Komisaris perusahaan tersebut. Ia adalah pendiri, pemegang saham, dan
Presiden Eksekutif Grup PT. Bhakti Investama Tbk. sejak tahun 1989.
Selain itu, Hary saat ini juga memegang berbagai
posisi di perusahaan-perusahaan lainnya, diantaranya sebagai Presiden Direktur
PT. Media Nusantara Citra Tbk. (MNC) dan PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia
(RCTI) sejak tahun 2003, sebagai Komisaris PT. Mobile-8 Telecom Tbk.,
Indovision dan perusahaan-perusahaan lainnya di bawah bendera grup perusahaan
Global Mediacom dan Bhakti Investama. Hary juga saat ini aktif sebagai
Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Ia telah berulang kali
menjadi pembicara di berbagai seminar dan menjadi dosen tamu dalam bidang
Keuangan Perusahaan, Investasi dan Manajemen Strategis untuk program magister
di berbagai perguruan tinggi.
Pada tahun 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya
di Indonesia, dan pengusaha Hary Tanoesoedibjo menduduki peringkat ke-22 dengan
total nilai kekayaan yang dimilikinya adalah sebesar “US$ 1,19 miliar”.
Kontroversi dan Politik
Pada bulan Juni 2012, Hary Tanoesoedibjo
diinterogasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehubungan dengan kasus
korupsi Tommy Hindratno, pejabat pajak di Kantor Pajak Sidoarjo, dan James
Gunarjo, yang diyakini terhubung dengan PT. Bhakti Investama Tbk., perusahaan
milik Hary Tanoesoedibjo.
Tommy diduga bertindak sebagai perantara untuk
memastikan penggantian sebesar Rp 3,4 miliar dalam bentuk pajak bahwa perusahaan
diduga telah membayar lebih. KPK menggerebek kantor PT. Bhakti Investama Tbk.
di Menara MNC di Jakarta Pusat dan PT. Agis, yang terletak di gedung yang sama,
di mana PT. Bhakti Investama Tbk. memiliki saham di PT. Agis pada tahun 2002
dan 2004.
HT merupakan adik kandung dari Hartono Tanoesoedibjo
dan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Ia mempunyai seorang istri bernama Liliana
Tanaja Tanoesoedibjo dan memiliki lima orang anak yaitu: Angela Herliani
Tanoesoedibjo, Valencia Herliani Tanoesoedibjo, Jessica Herliani Tanoesoedibjo,
Clarissa Herliani Tanoesoedibjo, Warren Haryputra Tanoesoedibjo.
Bulan November 2011, HT muncul pada acara Rapat
Pimpinan Nasional Partai NasDem yang pertama. Di partai tersebut, Hary
dipercaya sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NasDem dan juga sebagai Wakil Ketua
Majelis Nasional Partai NasDem. Kabar bahwa HT masuk ke dunia politik mulai
terdengar santer sejak awal bulan Oktober 2011, Hary sendiri resmi bergabung
dengan Partai NasDem pada tanggal 9 Oktober 2011 lalu. Sejak ia berkiprah dalam
kancah politik praktis melalui Partai NasDem, Hary selalu mendengung-dengungkan
“Gerakan Perubahan” yang dimotori oleh kelompok angkatan muda bangsa Indonesia.
Sebab menurutnya, di dalam Partai NasDem sendiri 70% kader partainya adalah
terdiri dari kaum generasi anak muda bangsa.
21 Januari 2013, HT mengumumkan bahwa ia resmi
mengundurkan diri dari Partai NasDem yang dikarenakan adanya perbedaan pendapat
dan pandangan mengenai struktur kepengurusan Partai NasDem. Sebab menurut Hary
lagi bahwa “politik” itu adalah “idealisme”, meski sebenarnya dirinya merasa
sedih dan sangat berat meninggalkan Partai NasDem yang telah tiga bulan
terakhir ini ia besarkan, apalagi Partai NasDem telah berhasil lolos verifikasi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan resmi menjadi partai politik peserta Pemilu
2014 dengan nomor urutan “1” (nomor urutan yang pertama).
Keluar dari Nasdem, HT resmi bergabung dengan Partai
hanura pada tanggal 17 Februari 2013 langsung menduduki posisi ketua dewan
pertimbangan. Selanjutnya menjabat Ketua Bapilu dan calon wakil presiden dari
Hanura berpasangan dengan Wiranto.
Sebelum berkuasa memimpin Indonesia, bersama
istrinya Liliana Tanaja Tanoesoedibjo
pasangan ini sudah menggegerkan rakyat Indonesia dengan acara-acara yang
diambil dari gaya hidup Amerika semacam Miss World. Apa yang akan terjadi kelak
bila ia benar-benar berkuasa?
Penulis adalah aktivis anti pemurtadan, alumnus
Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa dan S2 di IMNI, Jakarta
Sumber:
Hidayatullah.com