sukabumiNews.net, SUKABUMI - Tenaga honorer
seharusnya segera menyadari bahwa dirinya jangan terlalu berharap akan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil dan harus segera mencari alternatif lain dalam
mencari penghidupan. Sebab menjadi honorer itu adalah pilihan, dan menjadi PNS
itu adalah nasib. Hal ini dikatakan Ketua Umum Forum Honorer Indonesia (FHI),
Nanan Surahman, M.Pd., kepada sukabumiNews, di kediamannya, Jalan Kp. Inggir, Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, belum lama ini.
Menurut Nanan, kalaupun tenaga honorer beralih
profesi menjadi karyawan atau berwira usaha, kemudian suatu hari masih punya
keinginan untuk menjadi PNS/ASN, mereka masih bisa mengikuti seleksi CPNS dari
katagori umum, asalkan usia mereka masih dibawah 35 tahun.
“Ingat Kita ini Sarjana kawan ! Masa kita akan terus
terpuruk dalam mengarungi kehidupan ini. Allah tidak akan merubah keadaan suatu
kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya. Segeralah mencari
alternative-alternatif lain dalam mencari penghidupan. Ingat Honorer itu
pilihan dan menjadi PNS itu nasib,” tegas Nanan.
Nanan menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu diketahui
oleh tenaga honorer dan calon tenaga honorer bahwa ada hal yang sangat
mengerikan dari hasil audensi antara FHI dengan Komisi II DPR RI (Fraksi PKS) beberapa
waktu lalu di Gedung DPR RI. Menurutnya, Komisi II ini mengungkapkan bahwa pemerintah
mau mengangkat honorer menjadi PNS bagaimana, sementara FHI tidak memiliki data
yang real, berapa jumlah honorer se Indonesia sesungguhnya.
“Berbeda dengan honorer katagori K2, kami baik Komisi II DPR RI,BKN dan
Kemenpan-RB telah mengantongi jumlah keseluruhan dari mereka, karena mereka sudah masuk database. Tinggal
ada revisi Undang-Undang ASN terkait batasan usia diatas 35 tahun bagi honorer
untuk menjadikan mereka PNS.” Ungkap Nanan, meneruskan ungkapan yang dikatakan
Komisi II DPR RI itu.
“Berbeda pula dengan Jumlah honorer di luar HK2,
yang jumlahnya tidak pasti, karena data selalu berubah-ubah,” tambah Nanan. ‘Oleh
karenanya kami menghimbau agar organisasi Honorer bersatu mengkawal pemerintah
dalah hal ini BKD dalam mem verval data keseluruhan Honorer,” lanjut Ketua Umum
Forum Honorer Indonesia asal Sukabumi itu.
Lebih lanjut Nanan menjelaskan, tenaga Honorer dalam menjalankan pekerjaannya memiliki tugas
dan kewajiban yang sama dengan PNS ( ASN ). Akan tetapi, lanjut Nanan, ada
jurang kesenjangan yang dalam antara PNS dan honorer. Dalam hal ini Ketua Umum
FHI itu menceritakan tentang kejadian yang belum lama ini terjadi. Menurutnya,
belum satu bulan merayakan Idul Fitri ada kisah yang pilu yang tidak perlu yang
dialami dan hal ini tidak perlu terjadi lagi kedepannya, dimana teman sejawat
yang PNS bergelimpangan dengan gaji ke 13(THR) dan gaji ke 14 sementara Honorer
tidak dapat apa-apa.
“Gaji bulanan pun yang tak seberapa yang biasa
diterima, luput tidak dibayarkan dengan alasan BOS belum cair, dimana letaknya
keadilan di Negeri ini. Tentunya hal ini
menimbulkan kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial,” papar Nanan.
Dijelaskan Nanan, tenaga Honorer mayoritas bekerja
pada satuan pendidikan di
berbagai Instansi Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Pusat, honorer itu terdiri dari Pegawai Harian Lepas ( PHL ),
Honorer Daerah ( HONDA ), Honorer Kategori 1( HK 1), Kategori 2 (HK2), Tenaga
Honorer Non Kategori (Non K), dan lain-lain. Hal ini menimbulkan kerancuan dan kecemburuan sosial
karena status dan kesejahteraan mereka berbeda.
“Belum
maksimalnya sistem
pengelolaan guru honorer dan tenaga honorer di berbagai Instansi Pemerintah Daerah maupun Pusat tentunya dalam hal ini, menimbulkan
kesenjangan Status dan
Kesejahteraan berbeda.ditambah lagi tidak memiliki payung
hukum untuk memperoleh kesempatan dan Peningkatan status dan kesejahteraan
dalam menjalankan tugas dan profesinya.” tuturnya
Nanan
menambahkan, Pemerintah belum mengadakan standarisasi dalam
rekruitmen penerimaan Tenaga Honorer. Sehingga tidak
memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
antara penyelenggara pendidikan atau di Instansi tempat mereka
bekerja. Termasuk dengan Organisasi Honorer/Organisasi Guru Honorer yang berfungsi sebagai wadah tenaga honorer untuk menjadi mitra pemerintah.
Lebih jauh Nanan mengatakan, bahwa tidak semua daerah mempunyai aturan atau payung
hukum yang dapat melindungi Tenaga Honorer dalam melaksaanakan
tugas dan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Sehingga, jelas dia, tenaga honorer
rawan terjadi pemutusan
hubungan kerja atau pemecatan secara
sefihak.
“Hal ini dapat kita lihat adanya
beberapa daerah
yang sudah melakukan PHK terhadap Tenaga Honorer secara sefihak
tanpa adanya kompensasi
sebagai penghargaan atas pengabdian
Tenaga Honorer selama bertahun tahun kepada Negara,”
papar Nanan.
“Tentu
nya dalam hal ini pemerintah telah mengabaiakan Pancasila dan UUD 45
yakni sila ke 5 dari
Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan UUD 45 Pasal 27 ayat 2 yang menyebutkan bahwa Tiap-tiap Warga Negara Berhak Atas Pekerjaan dan Penghidupan yang layak.” Tegasnya.
Sementara, tambah Nanan, gaji yang peroleh honorer
jauh di
bawah UMR tidak sedikit. Mereka hanya di gaji Rp150.000 dan Rp500.000. “Hanya sebahagian kecil daerah yang bisa memberikan upah setara UMK/UMR serta tidak
ada standarisasi upah/gaji Tenaga
Honorer di Indonesia sebagai tolak ukur bagi Pemerintah Daerah maupun Pusat,” keluhnya
Ditemui
terpisah, Kepala UPT
Pendidkan dan Kebudayaan Kecamatan Cibeureum Kota Sukabumi H. Asep, MM., beberapa waktu lalu mengatakan,
bahwa ia merasa heran dengan
kebijakan Pemerintah, mengapa pengangkatan CPNS guru di abaikan padahal
keberadaan guru tidak kalah pentingnya
dengan pengangkatan anggota TNI ataupun POLRI yang sama-sama menjadi pertahanan dan keamanan Negara. “Bisa dibayangkan, apa jadinya negara ini kedepan kalau tidak ada guru.”
Pungkasnya. (Red*).