sukabumiNews.net, CARINGIN
- Ruas Jalan Mekarjaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, sudah tampak rusak
parah. Kondisi jalan berlubang dan di kiri dan kanan jalan, jelas tampak rumput
liar tumbuh subur tak terurus. Namun di
sisi lain, pemerintah setempat, sama
sekali tidak menaruh perhatian atas kondisi tersebut.
Dengan
menggunakan pisang perecet, sejenis pisang kelas bawah jauh di bawah pisang
ambon sebagai simbol perlawanan, Pemuda Desa Mekarjaya, Kecamatan Caringin,
Kabupaten Sukabumi memprotes pemerintah desa setempat. Mereka menanam pohon
pisang jenis paling melarat itu di ruas jalan desa yang kondisinya sudah rusak
parah.
“Gerakan
ini adalah aksi spontanitas dan bukan luapan emosi sesaat. Biar Pak Kades tahu kalau
warga sudah menggalang kekuatan, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin,” kata
salah seorang tokoh pemuda Desa Mekarjaya ditemui di tengah aksi tanam pisang percet
di tengah jalan, Minggu (26/3/2017).
Kelompok
warga yang menabur bibit pohon pisang di sepanjang jalan desa tersebut tidak
sekedar protes. Mereka juga melontarkan dialog nonverbal sarkasme dengan para
penyelenggara pemerintahan di desa
menyangkut kondisi infrastruktur jalan yang amburadul. Sasaran utama
aksi sangat jelas yakni Kades Mekarjaya Uday Supriadi. Menanam pisang hanyalah
aksi fisiknya, di balik pemanfaatan simbol pohon pisang itu ada gerakan
orang-orang muda yang unjuk keberanian terhadap pemegang kekuasaan.
Mengapa
harus pohon pisang perecet? Sebuah sumber di kalangan pemuda Mekarjaya
menyebutkan, semula memang akan menanam pohon pisang ambon, bahkan kalau
bibitnya ada akan menanam pohon pisang sunpride yang harga matangnya
perbuah bisa mencapai Rp10 ribu. Namun,
pisang perecet juga melambangkan kekhawatiran warga, suatu hari kelak
pisang-pisang yang sudah berbuah akan dipetik oleh kaki tangan penguasa.
"Pemikirannya
sederhana. Kalau kami menanam pisang ambon, nanti ketika sudah berbuah kami khawatir malah
dipetik oleh orang-orang suruhan atau Pak Kades sendiri. Kami yang menanam, dia
yang menikmati. Makanya kami menanam pisang perecet, kalaupun mau diambil Pak
Kades, silakan saja kalau suka makan pisang jelek seperti itu," kata sumber
tersebut.
Seorang
warga Kampung Cijayen, Desa Mekarjaya, Deden
menuturkan, kepala desa harus merespon cepat tuntutan warga. Kalau
tidak, bukan tidak mungkin, aksi serupa akan meluas ke tempat lain. “Pak kades
itu, pimpinan kami semua, bukan hanya kepala desa warga Pasir Angin, Pangkalan,
dan Nangkod saja, tapi kepala desa warga Desa Mekarjaya secara keseluruhan,”
ujarnya.
Deden
mengingatkan, sebagian besar warga yang terlibat aksi penenaman pohon pisang
perecet di jalan itu adalah kawula muda. Para pemuda ingin mengingatkan
pemerintah desa agar membuka mata lebar-lebar
untuk melihat kondisi infrastruktur jalan.
Apalagi fungsi jalan yang ditanami pisang itu sangat vital yakni
sebagai penghubung dengan beberapa desa
tetangga antara lain Desa Caringin Kulon dan Desa Cijengkol.
Kenyataannya,
ruas jalan tersebut sudah rusak parah, kondisinya seperti di Allepo,
Suriah yang saban detik dihujani mortir dan bom. Kondisi jalan berlubang-lubang
dan di kiri dan kanan jalan tampak
rumput liar tumbuh subur tak terurus. Melihat rumput liar tumbuh, beberapa
pemuda berencana untuk beternak marmut di sana. Lagi-lagi bukan sapi atau
kambing karena khawatir hasil ternaknya diambil kaki tangan kepala desa. Kalau
marmut, bila pun diambil orang-orang kades, mereka akan merelakannya.