sukabumiNews.net – Gatot lahir di Tegal, Jawa Tengah,
pada 13 Maret 1960. Tapi sejatinya ayahnya berasal dari Solo dan ibunya dari
Cilacap. Gatot dibesarkan dari keluarga yang berlatar militer pejuang sangat
kental. Ayah Gatot, bernama Suwantyo, seorang pejuang kemerdekaan yang pernah
menjadi Tentara Pelajar. Di masa perang kemerdekaan ayahnya bertugas di bawah
komando Jenderal Gatot Subroto. Dari nama tokoh militer kharismatik itulah,
ayahnya kemudian memberi nama anaknya “Gatot”.
Ayah Gatot pensiun dengan pangkat terakhir Letnal Kolonel
Infanteri dan tugas terakhir sebagai Kepala Kesehatan Jasmani di Kodam
XIII/Merdeka, Sulawesi Utara. Sedangkan ibunda Gatot, anak seorang Kepala
Pertamina di Cilacap, memiliki tiga orang kakak kandung yang mengabdi sebagai prajurit
TNI AD, TNI-AL dan TNI-AU.
Karena anak tentara, sejak kecil Gatot hidup
berpindah-pindah. Setelah dari Tegal, ia pindah ke.Cimahi, Jawa Barat, hingga
kelas 1 Sekolah Dasar. Setelah itu ia pindah Cilacap sampai kelas 2 SMP. Lalu
ia pindah ke Solo hingga tamat SMA.
Sebenarnya Gatot ingin menjadi arsitek. Makanya ia
mendaftar ke Universitas Gadjah Mada (UGM). Tapi mengetahui anaknya mau masuk l
UGM, ibundanya berpesan: “Ayahmu hanya seorang pensiunan. Kalau kamu masuk UGM,
maka adik-adikmu bisa tidak sekolah.”
Mendengar hal tersebut, Gatot berubah haluan. Diam-diam
dia berangkat ke Semarang, mendaftar Akabri melalui Kodam Diponegoro.
Sekembalinya dari Semarang, ia memberitahu ibunya bahwa ia sudah mendaftar ke
Akabri. Ibunya langsung mengizinkan dengan pesan, “Jika kamu menjadi tentara,
kamu harus menjadi anggota RPKAD.”
Menurut Gatot, ibunya terobsesi anaknya menjadi anggota
RPKAD karena rumah orang tua ibunya dekat dengan markas RPKAD di Cilacap.
Setelah lulus Akabri 1982, Gatot berusaha masuk menjadi
anggota Kopassus (nama baru RPKAD). Tapi dalam usaha pertama ia tidak diterima.
Pada kesempatan berikutnya, setelah berpangkat Kapten, saat bertugas di Pusat
Latihan Tempur di Baturaja, Sumsel, ia kembali mendaftar masuk Kopassus.
Kembali tidak diterima.
Sebenarnya kesempatan tersebut sudah habis. Tapi Gatot
tidak pernah menyerah. Ia terus berdoa kepada Allah SWT agar suatu hari bisa
diterima menjadi prajurit Kopassus.
Kesempatan itu akhirnya datang setelah ia menjabat KSAD
(25 Juli 2014–15 Juli 2015). Tak lama setelah pelantikan, Gatot memanggil
Danjen Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo dan menyampaikan maksudnya ingin
mendaftar pendidikan Kopassus. Tapi Agus Sutomo menyampaikan, “Tidak usah ikut
pendidikan Pak, nanti Bapak saya kasih brevet kehormatan saja”.
Tapi Gatot menolak. Ia bersikukuh mau mendapat baret
merah melalui jalur normal. Maka masuklah Gatot menjadi siswa Kopassus.
Ia mengikuti semua prosedur normal, mulai dari
pendaftaran, ujian, hingga penyematan brevet komando dan baret di pantai
Cilacap. Untuk itu, ia harus melalui ujian yang keras, antara lain senam jam 2
pagi, lalu direndam di kolam suci Kopassus di Batujajar. Kemudian longmarch,
hingga berenang militer selama lebih 2 jam dari pantai Cilacap ke pulau
Nusakambangan. Bahkan Gatot juga mengikuti pendidikan Sandi Yudha yang salah
satu ujiannya harus menyusup masuk ke suatu tempat yang terkunci dan dikawal
ketat oleh prajurit Kopassus. Ia lolos mulus.
Gatot akhirnya diyatakan lulus semua tahapan dan resmi
diangkat menjadi keluarga besar Korps Baret Merah di pantai Permisan Cilacap,
Jawa Tengah, pada 2 September 2014. Tidak seperti “brevet kehormatan” Kopassus
yang disematkan di dada sebelah kiri penerimanya, brevet pasukan komando
tersebut disematkan di dada sebelah kanan Gatot, sebagai tanda ia menerimanya
melalui prosedur selayaknya yang harus dilalui setiap prajurit Kopassus.
Setelah resmi menjadi prajurit Kopassus, Gatot naik
helikopter dari Cilacap ke Kartosuro (Markas Grup 2 Kopassus). Masih berbaret
merah, pakai loreng, darah mengalir, masih pakai hitam-hitam samaran dan masih
bau lumpur, ia langsung menuju makam kedua orang tuanya di Solo.
*Sumber: eramuslim