Seorang pejabat senior PBB menuduh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, melanggar hukum internasional dalam kampanye antinarkoba.
Seribu lebih orang dibunuh di Filipina dalam waktu tiga bulan belakangan karena diduga merupakan pengedar narkoba.
Agnes Callamard -pelapor khusus dalam urusan eksekusi- mengatakan seruan Presiden Duterte untuk membunuh tanpa jalur hukum para tersangka pengedar narkoba sebagai hal yang tidak bertanggung jawab secara esktrim dan tergolong kriminal.
Kepala Kepolisian Filipina, Ronald de la Rosa, saat dengar pendapat dengan Senat, mengatakan lebih 1.500 orang tewas sejak Duterte melancarkan perang melawan narkoba.
Dari jumlah itu, 665 dibunuh dalam 'operasi yang sah' sementara 889 lainnya oleh kelompok sipil bersenjata.
Pada masa kampanye, Duterte memang sudah berjanji untuk membasmi para pengedar maupun pengguna obat-obat terlarang.
"Pengarahan seperti ini tidak bertanggung jawab secara ekstrim serta termasuk menghasut kekerasan dan pembunuhan, yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional," seperti tertulis dalam pernyataan Callamard.
Pernyataan ini muncul sehari setelah Duterte -yang meraih kemenangan telak dalam pemilihan presiden pada bulan Mei- menyebut PBB 'bodoh' dan bertekad untuk melanjutkan kampanye antinarkoba walau dikritik sejumlah pihak, termasuk Sekjen PBB, Ban Ki-moon.
Sumber: BBC Indonesia