Bentuk fisik teh ini nyaris tak berbeda dengan teh pada umumnya. Hanya saja daun teh ini memiliki tekstur berbeda dengan tingkat kekeringan diatas 95 persen.
Tak mengherankan bila daun teh dari varietas gambung 7 ini bila dikunyah akan terasa renyah seperti kerupuk.
Perbedaan mendasar sebetulnya terletak pada hasil rebusan. Hasil rebusan dari white tea akan tetap berwarna bening. Tetapi rasa dan aroma teh sangat kuat terasa saat air bening white tea diminum.
Ketua Gabungan Kelompok Tani atau GAPOKTAN Sugih Tani, Ajat SA kepada sukabumiNews, ditemui di tempat produksinya di Desa Cisitu Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, 2 Maret 2015, mengungkapkan, meski pun aroma dan rasa teh sangat terasa, namun rasa dan aroma tidak seperti teh pada umumnya.
"Rasa dan aroma itu sangat khas sehingga sulit dideskripsikan," kata Ajat.
Selain rasa dan aroma, tambah Ajat, White Tea juga dipercaya memiliki khasiat tertentu. "Seseorang yang rutin minum White Tea hampir dapat dipastikan akan memiliki vitalitas dan stamina yang tinggi," ungkapnya.
Ajat menduga, khasiatnya itulah yang membuat banyak orang asing terutama warga Arab, suka pada White Tea.
"White Tea ini sebetulnya teh biasa dengan proses yang berbeda. White Tea hanya bisa diproduksi dari pohon teh varietas Gambung 7. Varietas
ini pun hanya berkualitas bila ditanam
800 meter di atas permukaan laut. Bila di atas atau dibawah 800 DPL, kuallitas White Tea yang dihasilkan tidak akan
sesuai standar," terang Ajat.
Ajat juga mengemukakan, proses pemetikan bahan White Tea dari Varietas Gambung 7 juga berbeda. Perbedaan itu, kata Ajat, jelas menimbulkan masalah. "Pemetik daun teh harus merubah pola
dan kebiasaan mereka. Perlu waktu yang amat panjang untuk merubah kebiasaan itu," tambahnya.
Ajat menyebut, proses produksi White Tea tidak simpel, perlu ketelatenan dan akurasi waktu yang luar biasa.
Lelaki berusia 40-an itu
memberikan contoh bagaimana proses pengeringan harus telaten dan akurat.
"Setelah dijemur
dengan sinar matahari, bahan white tea juga harus mengalami proses pengerigan
dengan sinar lampu. Meski ada timer, prose penyinaran ini tak bisa
ditinggalkan. Kondisi fisik bahan yang sedang dikeringkan setiap tahapnya
memerlukan penanganan,” jelasnnya.
Proses produksi yang
jelimet ternyata tak menyurutkan langkah Gapoktan Sugih Tani untuk memproduksi
white tea. Harga jual yang menggiurkan jelas merupakan daya tarik tersendiri. "Ibarat emas 24 karat yang tak akan pernah ada habis-habisnya karena selalu
terbarukan," tuturnya, memberi perumpamaan.
Harga white tea memang amat menggiurkan. Harga ini jelas berpuluh-puluh bahkan ratusan kali lipat dari harga teh biasa. Pasarnya pun masih amat terbuka dengan negara tujuan ekspor terutama ke Saudi Arabia.
Bahkan, menurut Ajat, permintaan terhadap White
Tea dari waktu ke waktu nyaris selalu
tak terpenuhi.
Ajat berpendapat dengan harga yang menggiurkan, sebetulnya warga di desanya tak perlu mencari nafkah sampai keluar negeri. Dia menekankan, potensi alam di Desa Cisitu Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi masih sangat tinggi.
Menurutnya, bila potensi kebun teh rakyat dikelola
dengan baik, tentu akan menghasilkan kesejahteraan yang tinggi.
Kebun teh rakyat, terang Ajat, memang menjadi potensi yang menjanjikan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menanam teh varietas gambung 7, seorang petani bisa berpenghasilan di atas Rp 6 juta per hektar per bulan.
"Hanya masalahnya baru sekitar sepuluh persen dari 300 hektar kebun teh rakyat yang ditanami gambung 7. Itu pun atas bantuan dari pemerintah. Bahkan, pabrik pengolahan White Tea pun dibangun dengan menggunakan dana Pemerintah," ujar Ajat.
Berdasarkan potensi untuk mensejahterakan petani itulah, Ajat berharap pemerintah tetap berkomitmen membantu petani teh.