JAKARTA - Nama Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal
Kapolri usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengantongi persetujuan DPR.
Namun, Budi tak kunjung dilantik menjadi Kapolri definitif karena ditetapkan
sebagai tersangka korupsi yang kasusnya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Hanya saja, sikap Presiden Jokowi yang tak melantik Budi
sebagai Kapolri bisa berujung persoalan serius. Sebab, DPR bisa menggunakan hak
konstitusionalnya karena Jokowi sebagai presiden bisa dianggap melanggar
undang-undang.
Menurut Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsuddin, merujuk
pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri maka presiden ketika
memberhentikan Kapolri harus menunjuk penggantinya.
Dalam kasus Budi Gunawan, sebenarnya DPR juga sudah
menyetujui usul presiden tentang pemberhentian Jenderal Sutarman dari jabatan
Kapolri.
“Menurut UU Polri, presiden saat memberhentikan Kapolri harus
menunjuk penggantinya. Tapi ini tidak direalisasikan. Ini pelanggaran UU dan
bisa mengarah kepada impeachment,” kata Aziz dalam jumpa pers di pressroom DPR,
Senin (26/1).
Hanya saja, lanjut Aziz, DPR masih memberi kesempatan pada
presiden. Di antaranya melakukan rapat-rapat konsultasi dengan pimpinan DPR.
Aziz mengakui, rapat konsultasi tidak tertulis dalam aturan
perundangan jika terjadi pelanggaran konstitusi yang dilakukan presiden. Tapi,
lanjut politikus Golkar itu, DPR lebih memilih rapat konsultasi daripada
mengambil langkah-langkah yang mengarah pada impeachment.
”Kita masih memberikan kesempatan pada presiden untuk
melakukan langkah konsultasi. Meski tidak diatur, kita mendahulukan
penyelesaian dengan cara seperti ini,” tegasnya.
Bagaimana jika Jokowi tetap tak melantik Budi sebagai
Kapolri? ”Ini nanti akan dibahas di paripurna MPR, diserahkan ke MK dan jika
dinyatakan bersalah dikembalikan lagi ke MPR untuk diambil keputusan,”
jelasnya.
Aziz menegaskan, Komisi III DPR hanya mengacu pada aturan
yang ada. Alasannya, tidak ada aturan yang dilanggar jika Budi yang berstatus
tersangka korupsi dilantik menjadi Kapolri.