Persatuan Bank-Bank Nasional (Perbanas) menilai pemerintah
harus memprakarsai atau menginisiasi konsolidasi bank-bank BUMN karena lebih
mudah dilakukan dengan kepemilikan sahamnya yang tidak beragam.
"Pemerintah yang harus memulai konsolidasi dari bank BUMN. Jika antar BUMN tidak berhasil, bagaimana dengan bank swasta yang kepemilikan sahamnya beragam. Yang penting langkah dari pemerintah dulu," kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, seperti dikutip ANTARA di Jakarta, Minggu (20/7).
Sigit menyoroti kepemilikan saham bank BUMN saat ini yang mayoritas dimiliki oleh pemerintah, namun untuk melakukan konsolidasi perbankan saja masih sulit.
Ia mencontohkan, bagaimana rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri, yang mendapat penolakan oleh salah satu menteri dalam kabinet, sehingga terjadi pro kontra.
Menurut Sigit, kondisi itu terjadi karena tidak adanya kejelasan rencana pokok atau roadmap perbankan dan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang telah ada sejak 2004 tidak berjalan karena tidak mengikat semua pihak.
Untuk itu, Perbanas mencoba memberikan sumbangan pemikiran untuk penyusunan cetak biru perbankan nasional.
Perbanas berharap pembahasan "cetak biru" dilakukan lintas pemangku kepentingan agar dapat mengikat semua pihak.
Ia menilai Indonesia harus memiliki cetak biru perbankan nasional, berisi roadmap perbankan dalam 5-10 tahun ke depan, yang menjadi landasan pelaksanaan konsolidasi perbankan, sehingga tak ada lagi alasan penolakan terhadap akuisisi atau pun merger antar bank.
Sigit menuturkan, saat ini pemerintah terlihat "gagap" dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, karena belum berbuat apa-apa untuk memperkuat perbankan nasionalnya. Lain halnya dengan Malaysia yang sangat sadar akan kompetisi sengit dalam era MEA 2015 dan sudah memulainya dengan menciptakan bank terbesar di Asean melalui konsolidasi perbankannya.
"Kita benar-benar kalah dua langkah dari negeri jiran. Saat ini bank terbesar kita saja baru menempati urutan ke-8 di Asean," kata Sigit.
Sigit menambahkan, kesadaran pemerintah akan pentingnya konsolidasi perbankan diperlukan agar perbankan nasional dan perekonomian Indonesia siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean 2015 dan liberalisasi perbankan tahun 2020. (sminews/Ant)
"Pemerintah yang harus memulai konsolidasi dari bank BUMN. Jika antar BUMN tidak berhasil, bagaimana dengan bank swasta yang kepemilikan sahamnya beragam. Yang penting langkah dari pemerintah dulu," kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, seperti dikutip ANTARA di Jakarta, Minggu (20/7).
Sigit menyoroti kepemilikan saham bank BUMN saat ini yang mayoritas dimiliki oleh pemerintah, namun untuk melakukan konsolidasi perbankan saja masih sulit.
Ia mencontohkan, bagaimana rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri, yang mendapat penolakan oleh salah satu menteri dalam kabinet, sehingga terjadi pro kontra.
Menurut Sigit, kondisi itu terjadi karena tidak adanya kejelasan rencana pokok atau roadmap perbankan dan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang telah ada sejak 2004 tidak berjalan karena tidak mengikat semua pihak.
Untuk itu, Perbanas mencoba memberikan sumbangan pemikiran untuk penyusunan cetak biru perbankan nasional.
Perbanas berharap pembahasan "cetak biru" dilakukan lintas pemangku kepentingan agar dapat mengikat semua pihak.
Ia menilai Indonesia harus memiliki cetak biru perbankan nasional, berisi roadmap perbankan dalam 5-10 tahun ke depan, yang menjadi landasan pelaksanaan konsolidasi perbankan, sehingga tak ada lagi alasan penolakan terhadap akuisisi atau pun merger antar bank.
Sigit menuturkan, saat ini pemerintah terlihat "gagap" dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, karena belum berbuat apa-apa untuk memperkuat perbankan nasionalnya. Lain halnya dengan Malaysia yang sangat sadar akan kompetisi sengit dalam era MEA 2015 dan sudah memulainya dengan menciptakan bank terbesar di Asean melalui konsolidasi perbankannya.
"Kita benar-benar kalah dua langkah dari negeri jiran. Saat ini bank terbesar kita saja baru menempati urutan ke-8 di Asean," kata Sigit.
Sigit menambahkan, kesadaran pemerintah akan pentingnya konsolidasi perbankan diperlukan agar perbankan nasional dan perekonomian Indonesia siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean 2015 dan liberalisasi perbankan tahun 2020. (sminews/Ant)
Tags
ekonomi-bisnis