Bekerja di perusahaan yang memroduksi botol kelihatannya
aman-aman saja bagi muslim. Namun, timbul keraguan karena ternyata sebagian
botol yang diproduksi digunakan untuk minuman beralkohol. Bagaimana hukumnya
menurut Islam?
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik
Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menjawab lewat rubrik ‘Fiqhul Maidah‘ di
Jurnal Halal No. 107 Mei-Juni Tahun XVII 2014.
“Dalam bekerja atau bermuamalah, kaidah fiqiyyah
menyebutkan bahwa ‘hukum asal semua bentuk muamalah adalah boleh kecuali ada
dalil yang mengharamkannya’,” tulis lembaga ini.
Jadi, pada dasarnya bekerja di pabrik botol yang menjual
produknya kepada umum diperbolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.
Jika kebetulan botol tersebut digunakan untuk mengemas minuman beralkohol, maka
itu di luar kewenangan produsen botol.
Namun, LPPOM MUI mengingatkan, kalau produsen botol
tersebut khusus membuat botol untuk minuman beralkohol alias tidak untuk umum,
maka bekerja di tempat ini dilarang. Sebab, hal itu termasuk dalam lingkaran
khamar yang dilarang agama.
Menurut hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik,
Rasulullah SAW melaknat 10 golongan dalam khamar. Mulai dari orang yang
memeras, yang meminta diperaskan, yang meminum, yang mengantarkan, yang meminta
diantarkan, yang menuangkan, yang menjual, yang memakan harga, yang membeli,
sampai yang meminta dibelikan khamar.
Terkait botol itu sendiri, berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dari Ibnu Buraidah, Rasulullah SAW bersabda: “Aku pernah melarang
kalian dari wadah-wadah (minuman), namun (ketahuilah) sesungguhnya wadah (itu
sendiri) tidak bisa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Setiap minuman yang
memabukkan itulah yang haram.” (HR Muslim juz 3, halaman 1585)
[sumber: kuliner.us]