JAKARTA -
Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah. Luas negaranya
tiga kali daratan Eropa. Indonesia berpenduduk 240 juta. Indonesia memiliki
sumber daya alam, seperti minyak, batu bara, gas, mineral, dan emas. Indonesia
memiliki hutan tropis yang terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki wilayah
laut yang sangat luas. Karenanya Indonesia dikenal sebagai negara maritim.
Berdasarkan konstitusi seluruh kekayaan Indonesia,
digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Kenyataannya, yang terjadi justru kehidupan rakyatnya
menjadi gembel, kere, hina-dina, tidak bermartabat, tidak dihargai oleh bangsa
lain. Kekayaan alam Indonesia dikeruk oleh "Asing dan A Seng". Bangsa
"Asing dan A Seng" yang menikmati kekayaan alam dan asset Indonesia.
Rakyat dan bangsa Indonesia jadi kuli dan budak di negeri sendiri. Rakyat dan
bangsa Indonesia bukan menjadi "tuan" di negeri sendiri.
Rakyat ingin sekolah susah. Rakyat ingin berobat susah.
Rakyat ingin hidup layak dengan sandang, papan, dan pangan susah. Pokoknya,
hidup rakyat serba susah dan semakin susah, bukanya semakin baik.
Indek "gini" antara yang kaya dengan yang
miskin, semakin jauh. Orang kaya bangsanya "A Seng" semakin tumbuh
pesat dengan "income" pendapatan perkapita $ 30.000 dollar/pertahun,
sementara kaum pribumi, hanya $ 500-1000 dollar/pertahun. Angka rakyat miskin
yang absolut jumlahnya masih 40 juta!
Sementara itu, sektor ekonomi yang sangat vital, di mana
sektor perbankan di Indonesia, 85 persen sahamnya sudah dikuasai oleh
"Asing dan A Seng". Jadi apa yang masih dimiliki bangsa dan rakyat
Indonesia "nothing" alias "Nol". Indonesia hanya tinggal
nama. Tetapi, semua kekayaan alamnya dan assetnya sudah milik "Asing dan A
Seng".
Menurut informasi yang beredar, menjelang akhir kekuasaan
Presiden SBY, masih sempat menandatangani perpanjangan kontrak PT Freeport dan
New Mont, selama 40 tahun! Sungguh menyedihkan. Di mana Indonesia berdasarkan
kontrak itu,? hanya mendapatkan bagian 1 persen. Tambang emas terbesar di dunia
itu, bukan lagi milik Indonesia, tetapi suah menjadi milik "Asing".
Kekayaan alam (SDA) dan asset Indonesia bisa berpindah
tangan kepada fihak "Asing dan A Seng", semua karena Indonesia tidak
memiliki pemimpin yang benar-benar mencintai rakyat dan negaranya. Para
pemimpin yang ada hanyalah menjadi perpanjangan tangan kepentingan "Asing
dan A Seng". Mereka membiarkan fihak "Asing dan A Seng" menjarah
dan menguasai hak milik negara. Mereka para "budak" yang mengabdi
kepada tuannya "Asing dan A Seng", bukan mengabdi kepada rakyat.
Sekarang menjelang pemilihan presiden (pilpres) bulan
Juli mendatang? Siapa diantara calon presiden yang benar-benar memiliki
komitmen menjaga dan melindungi kepentingan nasional Indonesia? Siapa diantara
calon presiden bisa diyakini berdiri tegak dihadapan penguasa "Asing dan A
Seng"? Atau mereka hanyalah para pelayan "Asing dan A Seng"
belaka? Adakah periode mendatang akan tampil pemimpin Indonesia, seperti
Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang berani melakukan nasionalisasi seluruh
perusahaan Amerika di n negara Amerika Latin itu?
Sungguh ironi? Calon pemimpin yang digadang-gadang dan
elu-elukan sebagai "dewa penyelamat", si "Jokowi" belum apa-apa,
belulm menjadi presiden, bersama dengan Mega dan Sabam Sirait, sudah bertemu
dengan fihak "Asing dan A Seng", membicarakan masa depan Indonesia.
Mega, Jokowi, dan Sabam Sirait, di rumah pengusaha
keturunan Cina, yaitu Jacob Soetojo, mengadakan pertemuan dengan Duta Besar
Amerika, Inggris, Vatikan, Maksiko, dan sejumlah negara lainnya, membahas masa
depan Indonesia, termasuk membahas siapa yang menjadi pedamping Jokowi.
Sebelumnya, Mega bertemu tujuh tokoh di Singapura, menjelang pencalon Jokowi,
14 Maret lalu. Bagaimana kalau Jokowi menjadi presiden nanti?
Kepentingan "Asing dan A Seng" yang lebih
dipentingan dibandingkand dengna kepentingan rakyat? Bagaimana? masalah yang
sangat strategis menyangkut hajat hidup rakyat dan bangsa Indonesia, harus ditentukan
diserahkan kepada fihak "Asing dan A Seng"?
Dibagian lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra
Prabowo Subianto mengkritisi banyaknya kekayaan alam Indonesia yang mengalir ke
luar negeri. Padahal menurutnya, kekayaan itu seharusnya digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Capres Partai Gerindra itu, saat berbicara dihadapan puluhan ribu buruh yang hadir untuk memperingati hari buruh internasional (masyday) di Gelora Bung Karno.
"Yang lebih parah lagi adalah, bahwa ternyata kekayaan Indonesia tiap tahun mengalir keluar Indonesia, tidak tinggal di Indonesia, artinya kita semua seluruh Indonesia kerja rodi, kita kacung untuk bangsa lain," kata Prabowo saat berorasi, Kamis (1/5/2014).
Terkait sepuluh tuntutan yang diajukan buruh pada May Day kali ini, Prabowo mengapresiasi dan berjanji untuk mewujudkan tuntutan itu. Sebab menurutnya semuanya adalah inti dari undang-undang dasar.
"Saya di datangi oleh pemimpin-pemimpin kalian, saya di datangi oleh tokoh-tokoh kalian, saya di datangi mereka, saya terima tuntutan buruh. Tuntutan-tuntutan ini adalah sah, tuntutan ini adalah hak rakyat Indonesia, tuntutan ini, adalah janji UUD 45, kalau kita setia pada UUD 45, kenapa kita harus takut," tegasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Capres Partai Gerindra itu, saat berbicara dihadapan puluhan ribu buruh yang hadir untuk memperingati hari buruh internasional (masyday) di Gelora Bung Karno.
"Yang lebih parah lagi adalah, bahwa ternyata kekayaan Indonesia tiap tahun mengalir keluar Indonesia, tidak tinggal di Indonesia, artinya kita semua seluruh Indonesia kerja rodi, kita kacung untuk bangsa lain," kata Prabowo saat berorasi, Kamis (1/5/2014).
Terkait sepuluh tuntutan yang diajukan buruh pada May Day kali ini, Prabowo mengapresiasi dan berjanji untuk mewujudkan tuntutan itu. Sebab menurutnya semuanya adalah inti dari undang-undang dasar.
"Saya di datangi oleh pemimpin-pemimpin kalian, saya di datangi oleh tokoh-tokoh kalian, saya di datangi mereka, saya terima tuntutan buruh. Tuntutan-tuntutan ini adalah sah, tuntutan ini adalah hak rakyat Indonesia, tuntutan ini, adalah janji UUD 45, kalau kita setia pada UUD 45, kenapa kita harus takut," tegasnya.
Jadi siapa yang nantinya menjadi "kacung" alias
"begundal" kepentingan "Asing dan A Seng" itu? Bangsa
Indonesia tidak memiliki pemimpin yang benar-benar bisa melindungi dan
menjaganya. Justru yang ada hanyalah para pelayan "Asing dan A Seng",
dan tidak segan-segan mengorbankan rakyat dan bangsanya. Wallahu'alam