“Di tahun 2004 banyak orang membicarakan masalah perubahan dan semangat mereformasi Indonesia. Dari semangat reformasi tersebut, muncul ide pemilihan presiden secara langsung sehingga dapat dihindari money politics. Banyak orang yang meyakini hal tersebut. Tapi apa yang terjadi hari ini? Ternyata, uang sudah menjadi “Second God” dalam perpolitikan Indonesia,” papar Host Agung Wisnuwardana membuka diskusi yang bertemakan Arah Perubahan Pasca Pemilu.
Tidak jarang pasca pemilu, baik daerah maupun nasional, berujung dengan gugatan dan pemilu ulang akibat adanya money politics. Sehingga yang terjadi adalah biaya politik yang sangat mahal.
Isu tentang adanya suap dan cukong di belakang calon atau partai politik tertentu mewarnai proses “pesta rakyat” tersebut. Kondisi tersebut, tentu sangat bertolak-belakang dengan semangat yang didengung-dengungkan di awal masa reformasi tersebut. “Ada apa sebenarnya dengan Indonesia ini?” tanya Host yang memiliki suara bariton itu kepada peserta.
Pemred Jurnal Bogor M Ircham mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia belum berubah ke arah yang lebih baik. Wanita-wanita berpakaian minim semakin marak. Pada aspek lebih luas, Ircham menyatakan pernah ada sinyalemen bahwa AS tidak berhak mencampuri kedaulatan Indonesia. “Faktanya saat ini Indonesia baru berdaulat secara teritori,” ungkap Ircham mengutip ucapan Jendral Muldoko.
Narasumber kedua Abdullah Marasabessy menyatakan bahwa Demokrasi menghalalkan segala cara. “Yang bodoh bisa menjadi pemimpin karena punya duit,” ujarnya.
Saat ditanya, apakah kondisi Indonesia saat ini semakin membaik? “Lebih ngaco! Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa. Hutang Indonesia sudah mencapai 12 ribu trilyun,” tegas Abdullah.
“HTI bisa mendobrak kebobrokan demokrasi pemilihan umum yang ada di Negeri kita,” timpal Aktivis Pemuda Panca Marga M Bonar. “Saya tidak bisa berharap kepada partai politik dan sosok figur yang akan tampil menjadi calon presiden.” lanjutnya pesimis.
“Kita sedang krisis kepemimpinan,” ujar Pimpinan Keluarga Muslim Bogor (KMB) Dr. Fakhrudin Sukarno. Menurutnya, semua tokoh yang ada di partai Islam ingin menjadi imam (pemimpin, red), tidak ada yang ingin menjadi ma’mum (yang dipimpin, red.).
Sekalipun pemilu terus dilakukan berulangkali, perubahan menuju ke arah yang lebih baik belum dapat diwujudkan. “Kebijakan publik yang dihasilkan tidak berorientasi pada kepentingan rakyat, hanya berorientasi pada kepentingan elite dan partai politik,” kata Doktor lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut. Ungkapnya ada dua yang perlu dipersiapkan untuk membangun peradaban muslim, yaitu aspek tarbiyah dan aspek iqtishodiyah yang matang.
Penegasan pun kembali diungkapkan oleh Humas DPD II HTI Kota Bogor Iwan Januar bahwa selama ini pergantian rezim Indonesia tidak menghasilkan apapun. “Yang terjadi malah semakin buruk,” tegasnya.
Dalam paparannya, Iwan pun membeberkan fakta Bogor yang memiliki sumber daya alam luar biasa. Gunung Pongkor yang memiliki cadangan emas sangat tinggi, 6 juta ton bijih emas. Gunung salak memiliki cadangan gas geothermal 330 MWe yang mampu hasilkan 370 megawatt per hari. “Namun sangat ironis, di tengah kekayaan alam yang melimpah tersebut, Kabupaten Bogor masih terkategori kota kelima termiskin di Indonesia,” ungkapnya.
Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya kenyataan, para politisi di Senayan yang dipilih melalui “pesta demokrasi” lebih menginterpretasikan perannya sebagai wakil parpol, bukan wakil rakyat.
Hal ini semakin menunjukkan bahwa Demokrasi memiliki banyak lubang yang memberi peluang kepada orang-orang yang tidak baik dan tidak capable untuk menjadi pemimpin, termasuk mengubah orang baik menjadi keliru. “Tidak sedikit orang baik, kala masuk ke sistem yang buruk dan tidak baik, maka akan berubah menjadi tidak baik,” ujar Iwan meyakinkan peserta.
HTI terus mengedukasi umat agar mereka siap dan sadar bahwa mereka memiliki negeri yang luar biasa. Proses edukasi dilakukan secara berkesinambungan, untuk membangun kesadaran umat tentang pentingnya syariah dan khilafah untuk ditegakkan dan menghantarkan mereka pada kesejahteraan.
“Islam menjamin sepenuhnya kepada umat non muslim untuk menjalankan peribadatannya.
Syariat Islam bisa diterapkan untuk semua umat. Bahkan sekaligus melindungi hak-hak pribadi mereka.” pungkas Iwan di penghujung paparannya.
Acara yang juga dihadiri oleh wakil Pengusaha, budayawan, ulama, dan Pengamat Politik di Kota Bogor tersebut diakhiri dengan kesepakatan dan kesimpulan bersama bahwa Syariat Islam mestinya menjadi solusi atas setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. [sukabuminews]