JAKARTA - Pemilu Presiden 2014 diprediksi hanya akan
diikuti tiga capres sebagai pesertanya. Namun demikian, keberadaan parpol poros
tengah diprediksi dapat mendorong munculnya satu nama Capres di Pilpres
tersebut.
"Kami prediksi koalisi hanya memunculkan tiga
Capres. Capres dari PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra. Tapi apabila Partai
Golkar berkoalisi dengan PDI Perjuangan maka munculah Capres dari poros
tengah," ucap Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional Umar S Bakry,
seperti dilansir PRLM, di Jakarta, Rabu (9/4/2014).
Umar menuturkan, koalisi besar untuk Pilpres 2014
diprediksi akan terjadi antara Gerindra dan Demokrat, PDI Perjuangan dan Partai
Nasdem, Partai Golkar dan Hanura bersama parpol Nasionalis dan parpol Islam
lainnya. Sedangkan Capres poros tengah akan diusung apabila Golkar merapat ke
PDIP sehingga partai Islam dan partai Nasionalis akan merancang kekuatan
tersendiri mengisi kekosongan Capres Partai Golkar.
"Partai Gerindra yang memiliki Prabowo Subianto yang
berasal dari militer dinilai cocok dengan pemenang konvensi Partai Demokrat
Dahlan Iskan, sehingga muncul pasangan militer dan sipil. Sedangkan PDI
Perjuangan dan koalisinya akan mendukung Jokowi yang berpasangan juga dari
kalangan militer. Jadi sipil dan militer," katanya.
Sementara koalisi partai Golkar dan Hanura diprediksi
memunculkan nama Aburizal Bakrie dengan Wiranto. Dengan demikian, pasangan
Capres-Cawapres partai Hanura Wiranto-Harry Tanoesoedibjo terpaksa harus
berpisah.
Sementara itu, Peneliti Senior Indonesian Public
Institute Karyono Wibowo mengatakan berdasarkan Quick Count yang dilakukan oleh
beberapa lembaga survei, perolehan suara PDIP hanya mencapai kurang lebih
antara 19 - 20 persen. "Dari data quick count, tidak ada partai yang
memperoleh suara 25%. Perolehan suara versi quick count tersebut cukup untuk
menggambarkan perolehan suara masing-masing parpol karena ambang batas
kesalahan (margin error) dalam quick count itu hanya +/- 1%. Karenanya, melihat
perolehan suara tersebut menunjukkan tidak ada partai yang bisa mengusung
pasangan capres sendiri tanpa koalisi," katanya.
Alasannya, menurut UU Pilpres, syarat untuk mengajukan
pasangan capres adalah 25% suara nasional atau 20% kursi DPR. Maka dari itu,
karena diprediksi tidak ada partai yg memperoleh 25% maka proses koalisi akan
cenderung transaksional, koalisi akan diwarnai tarik-menarik kepentingan
politik. PDIP sebagai pemenang pemilu versi quick count pun harus melakukan
koalisi dengan partai lain.
"Akan tetapi, saya berharap, format koalisi kedepan
harus dibangun berdasarkan platform yang sama. Untuk membangun bangsa yang
sudah mengalami disorientasi ini diperlukan common platform. Jadi, koalisi yg
dibangun nanti tidak sekadar bagi-bagi kekuasaan. Tetapi koalisi yang
mengedepankan semangat gotong royong membangun bangsa yang lebih maju dan
sejahtera," katanya.