Oleh: A Malik As.
Untuk menerapkan dan menjalankan seluruh
aturan Ilahi tersebut, dan menjaga agar kehidupan masyarakat senantiasa dalam
koridor perintah dan larangan Allah SWT, Islam mensyari’atkan ‘negara’ yang
telah dicontohkan dalam sunnah Nabi Muhammad saw dan para khulapaaurraasyidiin
sepeninggalan Beliau saw. Negaralah yang memutuskan perkara perselisihan yang
terjadi dalam interaksi antara individu di masyarakat dengan hukum yang
diturunkan Allah SWT.
Allah berfirman;
“Dan Kami telah
turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa (hukum,
aturan, ketetapan) yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”. (QS. Al-Maidah; 48).
Serian (khitab) untuk memutuskan perkara
dengan menggunakan hukum Allah SWT (syari’at Islam) dalam ayat tersebut adalah
untuk Rasulullah saw. Menurut kaidah syara’, “seruan untuk Rasul itu pada dasarnya adalah seruan untuk ummatnya juga,
selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa seruan itu ditunjukkan khusus
untuk beliau saw.”
Dalam ayat tersebut tidak ada qarinah
(pertanda) yang menghususkan bahwa firman Allah SWT dalam ayat itu khusus untuk
Rasulullah saw. Oleh karenanya, tuntutan tresebut berlaku bagi seluruh kaum
muslim, sehingga menjadi kewajiban untuk mendirikan pemerintahan untuk
memutuskan berbagai perkara perselisihan di masyarakat dengan hukum syari’at
Islam (an-Nabhani dalam Sistem
Khilafah hal 2).
Nabi Muhammad saw juga menegaskan bahwa
setelah beliau wafat, tampuk pemerintahan dan daulah Islamiyah yang beliau dirikan di kota Madinah adalah
dipeghang oleh para khalifah
pengganti beliau saw.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari Abi Hazim bahwa dia pernah mendengar Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Nabi
Muhammad saw, bersabda;
Tags
artikel