Sukabumionlinenews,
Jakarta - Anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat yang
juga mantan ketua panitia khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum, Arif
Wibowo, memprediksi kondisi politik di Parlemen hasil Pemilu 2014 mendatang
tidak akan mengalami perubahan.
"Tujuan pemerintah yang
efektif itu tidak akan tercapai karena kegaduhan politik akan terus terjadi,
pembentukan fraksi yang limitatif juga tidak akan tercapai karena masih banyak
partai yang ada di DPR. Jadi akan sama saja," kata Arif saat ditemui di
ruang kerjanya di kompleks parlemen Senayan Jakarta, Senin, 23 April 2012.
Arif menyatakan hal tersebut
menanggapi banyaknya kalangan yang menilai UU Pemilu yang baru disahkan DPR
dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu, masih banyak kekurangan. Menurut
Arif, tujuan strategis dan fundamental dalam perubahan UU Pemilu tersebut gagal
menciptakan pemerintahan yang efektif dengan berbasis pada multi partai yang
sederhana.
Menurut politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, Parliamentary Threshold hanya 3,5 persen
yang berlaku nasional, kuota kursi yang tidak berubah dan sistem pemilu yang
menggunakan sistem proporsional terbuka menjadi titik kelemahan UU tersebut.
"Sistem pemilu murah
tidak tercapai dengan sistem proporsional terbuka. Kaderisasi di parpol dan
penguatan kelembagaan parpol yang berujung kualitas di DPR tidak akan berubah.
Biaya mahal dan Pemilu yang rumit membuka peluang terjadinya transaksi dalam
menentukan perolehan suara," katanya.
Selain itu, UU Pemilu tersebut
diakui Arif juga masih bersikap diskriminatif. Menurut dia, hal itu terlihat
dari aturan verifikasi partai yang hanya berlaku untuk partai yang tidak lolos
parlemen pada Pemilu 2009 lalu. "Seharusnya semua parpol diverifikasi ulang
agar parpol bekerja dari hari ke hari, tidak saat kampanye saja," katanya.
Soal Parliamentary Threshold
yang berlaku secara nasional, Arif menilai hal tersebut telah mereduksi
keterwakilan dan sekaligus kedaulatan rakyat, karena akan banyak suara yang
hilang. "PDI-P Sejak awal mengingatkan dan mengusulkan agar diberlakukan
secara berjenjang. Tapi kami kalah, mereka memilih itu," katanya.
Maka, Arif mengaku tidak heran
berbagai kalangan menyoroti soal UU Pemilu bahkan ada beberapa pihak termasuk
partai non parlemen yang mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi
terkait verifikasi partai dan Parliamentary Threshold yang berlaku secara
nasional.
"Saya sudah memperkirakan
itu sejak jauh hari. Saya setuju langkah yang diambil melakukan judicial review
ke MK," katanya. TEMPO.CO
ANGGA SUKMA WIJAYA