JAKARTA, (PRLM).-Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Indonesia (ASPBI) menilai inskonstitusional hasil sidang paripurna DPR yang memberikan hak terhadap pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sewaktu-waktu. Kalangan buruh juga menyebut hal itu sebagai tindakan tipu muslihat yang membohongi rakyat.
"Kami menolak tegas hasil sidang DPR Paripurna tersebut serta mendukung dan terlibat aktif dalam Judicial Review UU APBN Perubahan 2012 ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Lukman Hakim dalam pernyataan bersama aliansi tujuh serikat pekerja/serikat buruh, di Jakarta, Kamis (5/4).
Tujuh serikat pekerja/serikat buruh aliansi itu meliputi, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Asosiasi Pekerja (Aspek), Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo), Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI 92), FNPBI, dan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN.
Menurut Lukman, UU APBN Perubahan terutama penambahan poin (a) pada pasal 7 ayat 6, tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. "Undang-undang itu juga sangat bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP SPN Bambang Wirayoso menegaskan, ASPBI melakukan aksi politik untuk membuktikan pemerintah melanggar konstitusi jika mencabut subsidi bagi rakyat dengan menaikkan BBM.
"Mobilisasi di jalanan sampaikan aspirasi perlu ditunjukkan, tapi kita tidak mau bertindak anarkis atau destruktif, karena itu mengambil langkah politis sesuai dengan koridor perundangan dan ketentuan berlaku," katanya.
Ketua Umum DPP Spindo, Maliki menandaskan, kenaikan BBM sangat memukul pekerja sektor informal yang kehidupannya sudah sangat sulit.
"Pemerintah harus melakukan kebijakan menurunkan bunga murah bagi sektor informal, sehingga para pedagang kecil pun bisa pertahankan usahanya dan terlibat dalam menggerakkan sektor riil perekonomian," ujarnya.
Ketujuh aliansi pekerja dan buruh sepakat, agar pemerintah mengoptimalkan anggaran yang sudah disepakati sebelumnya dengan melakukan berbagai penghematan ketimbang mencabut subsidi BBM.
"Sebelum mengeluarkan opsi menaikkan BBM, pemerintah harus melakukan penghematan dengan menekan berbagai pemborosan, seperti mobil mewah pejabat, mengurangi frekuensi bepergian para pejabat dan langkah taktis lainnya," kata Ketua Umum SBSI 92 Sunarti.
Menurut dia, kenaikan upah 2012 yang baru diraih dengan mengorbankan darah, keringat, air mata, bahkan nyawa sekalipun, tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan dari rencana kenaikan BBM yang kemudian batal diberlakukan.
"Semua harga-harga naik mulai dari kebutuhan pokok, sewa rumah, dan ternyata sampai sekarang tidak turun-turun, walau kenaikan BBM dibatalkan," kata Sunarti yang juga mantan anggota MPR periode 1999-2004 ini. (A-78/A-89)***
Tags
dalamnegeri